Senin, 18 Oktober 2010

Membunuh Rasa Jenuh

Profesi sebagai ibu rumah tangga adalah profesi yang sungguh mulia. Namun ada kalanya dalam menjalankan tugas yang mulia ini seorang ibu rumah tangga merasakan adanya satu kejenuhan. Apakah kiranya penyebab kejenuhan itu dan bagaimanakah cara untuk mengatasinya ?

Seringkali sebagai seorang ibu rumah tangga kita merasa jenuh terhadap tugas sehari-hari. Tugas yang harus diselesaikan rasanya banyak sekali : mengurus anaklah, suami, rumah, dan lain-lain. Sementara sebagai anggota masyarakat pun kita dituntut untuk memberikan peran positif yang tak kurang menyibukkan

Apalagi jika ada kegiatan di luar rumah yang cukup melelahkan, seperti bekerja, studi, kursus bahasa, dan kegiatan lain. Sampai dirumah badan terasa penat, inginnya istirahat, sementara sejumlah pekerjaan yang tertunda telah menunggu. Semua sama-sama menuntut uluran tangan dan perhatian kita.

Kita rasanya telah berbuat banyak, mengurus anak, suami, rumah tangga, dan lain-lain, tetapi yang didapat seolah-olah hanya letih. Seolah-olah tak seorangpun yang tahu kelelahan kita. Pekerjaan masih menumpuk, ada lagi dan ada lagi. Seolah-olah tak kunjung selesai, dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Karenanya kondisi ini sering membuat seorang wanita gampang tersinggung, suka cemberut, atau bahkan mudah marah.

Sebab-sebab kejenuhan

Bekerja dengan perasaan lelah dan jenuh sudah tentu mengakibatkan tak ada satupun pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan baik. Semuanya serba tanggung, capek, sudah pasti rapih pun tidak. Tak jarang hal ini membuat seorang ibu rumah tangga terperosok mengumpat pekerjaan yang dianggapnya terlalu banyak.

  • Benarkah pekerjaan tersebut menjemukan?
  • Benarkah upaya selama ini sudah maksimal dan mendapatkan hasil yang tak sesuai ?
  • Benarkan anak dan suami banyak menuntut?

Hal ini tidak ada salahnya bila kita tela’ah dan kita koreksi kembali. Ibu rumah tangga tentu saja bukanlah malaikat. Banyak tugas dalam rumah yang dapat menjadikannya merasa jemu. Hanya malaikat yang tidak pernah mengalami degradasi semangat (dalam istilah bahasa arab: futur) dalam beribadah kepada Allah. Karena itu , jenuh merupakan hal yang wajar, hanya saja perlu diatasi dengan jalan yang sebaik-baiknya. Artinya, kejenuhan tidak mesti melahirkan sikap yang bertentangan dengan akhlak Islam.

Rasulullah saw. Bersabda : `"Bagi tiap-tiap amal itu ada masa-masa jemunya, dan pada tiap-tiap masa jemu itu ada peralihannya. Barang siapa yang peralihannya itu kepada sunahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuk, dan barang siapa yang peralihannya kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat. (HR. Al Bazaar)

Beberapa unsur penyebab utama timbulnya kejenuhan dan kemalasan bagi seorang ibu rumah tangga antara lain :

1. Kurangnya motivasi bekerja karena Allah dan lemahnya pemahaman bahwa bekerja dalam rumah tangga merupakan ibadah kepada Allah yang bernilai tinggi.

Ketika motivasi kerja dalam rumah tangga bukan lagi mencari pahala disisi Allah, ketika itulah kemungkinan timbulnya kejenuhan menjadi besar. Motivasi lain yang mungkin timbul adalah, semata-mata mencari penghargaan dari suami, atau ingin mendapat pujian dari orang lain.

Ketika tujuan-tujuan tersebut tidak didapat, maka kekecewaan yang timbul dapat mengakibatkan kejenuhan. Tetapi ketika Allah yang menjadi tujuan maka Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambaNya.

Kehidupan rumah tangga bagi seorang muslimah adalah bagian pengabdian tertingginya. Menyediakan keperluan suami, mengurus rumah tangga, melahirkan dan mendidik anak-anak, kesemuanya merupakan pekerjaan yang mulia yang berpahala. Manakala semua ini kurang dipahami, timbullah kejemuan dan kemalasan.

2. Bersarangnya penyakit hati

Jenuh sering disebabkan adanya penyakit hati pada seseorang. Sering atau cepat merasa kesal kepada anak, teman, tetangga dan orang-orang di sekitar merupakan fenomena penyakit hati yang wajib segera diobati. Penyakit hati yang menonjol misalnya iri atau dengki serta cinta dunia seperti ingin hidup enak, mudah mendapatkan fasilitas dan merasa tidak senang melihat kemudahan yang dimiliki oleh orang lain.

3. Komunikasi antara suami dan istri yang kurang lancar

Salah satu faktor penunjang terjalinnya hubungan antara suami dan istri yang harmonis adalah komunikasi yang lancar. Hal ini dapat terwujud ketika keterbukaan dan kelapangan dada dimiliki oleh masing-masing pribadi. Ganjalan-ganjalan dihati, ketidakpuasan atas sikap suami yang tidak tersampaikan akan menumpuk menjadi kekesalan dan perseteruan yang tidak berkesudahan. Karena itu pekerjaan rumah tangga akan dirasakan berat.

4. Keletihan setelah melakukan kegiatan di luar rumah

Para ibu rumah tangga yang mempunyai kegiatan lain di luar rumah, kegiatannya diluar tentunya sangat berpengaruh bagi rumahtangganya. Bertambahnya pekerjaan ekstra diluar, bukan berarti berkurangnya pekerjaan di dalam rumah. Tidak dapat dipungkiri kodrat wanita kurang dapat menerima kondisi ini, sehingga mudah ia merasa kesal dan jenuh dengan semakin banyaknya pekerjaan.

Mengatasi kejenuhan

Memahami sebab-sebab kejenuhan sudah merupakan setengah upaya mengatasinya. Dari sebab-sebab yangdiuraikan diatas tampaklah bahwa seorang muslimah insya Allah dapat mengatasi kejenuhan dalam rumahtangga dengan kiat-kiat berikut :

1. Niatkan pekerjaan rumahtangga karena Allah semata

Pekerjaan yang dilakukan karena Allah tidak akan pernah menjemukan. Kita meyakini bahwa Allah-lah yang akan membalas perbuatan kita, bukan suami, anak-anak atau anggota keluarga yang lain.

Rasulullah bersabda : „Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya" (HR. Muslim)

2. Buanglah penyakit hati

Penyakit hati dapat ditangkal dengan memperkuat benteng keimanan dan ketaqwaan dengan meningkatkan ibadah kepada Allah dengan memperbanyak sholat sunah, memperbanyak membaca Al Quran, dan mengingat kehidupan di dalam kubur dan di akhirat nanti. Sadarilah bahwa semua yang dimiliki ada batas dan pertanggungjawabannya, dan kekayaan jiwa adalah lebih utama.

Rasulullah saw. sendiri mengatakan,"Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta benda tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa (hati)."(HR. Abu Ya’la)

3. Rajinlah bekerja, tetapi berhematlah dalam mengeluarkan tenaga

Pekerjaan rumahtanga, kendati merupakan kewajiban, haruslah dilakukan sesuai dengan kemampuan.

Rasulullah saw. bersabda,"Bekerjalah kamu sesuai dengan kemampuanmu, karena sesungguhnya Allah tidak merasa bosan sehingga kamu sendiri yang merasa jenuh. Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah ialah yang rutin meskipun hanya sedikit."(HR. Bukhari Muslim)

Setiap pekerjaan hendaknya dilakukan sesuai dengan kodrat manusia (yang butuh istirahat). Jangan memforsir diri, melainkan sempatkanlah beristirahat sesuai dengan kebutuhan. Istirahat hendaknya dilakukan sesuai dengan sunah Rasulullah, seperti dengan membaca Al Qur’an, menghadiri pengajian, silaturahim kepada keluarga dan teman, membaca buku yang bermanfaat, tafakur alam dll.

4. Tumbuhkan dan tingkatkan kesadaran pada seluruh keluarga bahwa pekerjaan rumahtangga merupakan ibadah

Rumahtangga muslim merupakan miniatur masyarakat Islam yang didalamnya terdapat koordinasi kerja yang baik. Pekerjaan rumah tangga yang cukup banyak dapat dikerjakan bersama oleh seluruh anggota keluarga.

Cara yang terbaik untuk melibatkan mereka adalah dengan memberi pengertian dengan hikmah. Dengan dukungan anggota keluarga yang lain kita akan bekerja dengan penuh kegembiraan.

5. Belajar dari pengalaman ibu-ibu yang lain

Berteori saja tentu belum cukup. Seorang muslimah tentu tidak sama dengan seorang ibu muda yang tidak sama pula dengan seorang ibu yang telah mempunyai sejumlah putra dan putri. Menimba pelajaran dan pengalaman dari ibu-ibu yang sudah lebih berpengalaman merupakan satu tuntutan yang tidak dapat dihindarkan.

Dengan mengefektifkan waktu silaturahmi, kita akan dapat belajar. Misalnya kita melihat seorang ibu dengan beberapa anak mampu membereskan rumah, anak-anaknya dan keperluan suaminya tidak lebih dari jam 10 pagi. (Sarapan, membereskan rumah, memandikan anak, masak...). Sehingga kita patut bertanya pada diri sendiri, "Masya Allah, dia saja bisa, kenapa saya tidak ?".

Apabila kita bertemu dengan keluarga yang belum dapat mengatasi problem rumahtangganya, maka ambillah yang positifnya saja. Lupakan yang negatif.

Demikianlah, biasanya banyak perubahan besar yang terjadi setelah melihat bagaimana orang lain berbuat. Kita ingat akan tuntunan ilmu yang selama ini didapat, baik dari buku maupun ceramah-ceramah. Dan yang tak kalah pentingnya, lahirnya semangat baru untuk berbuat lebih banyak dan lebih baik.

Jenuh ? Insyaallah tidak lagi berbekas.... ‚

disadur dari : Majalah Ummi No.8/VI tahun 1994/1415 H









Tidak ada komentar:

Posting Komentar