Rabu, 15 Desember 2010

China Akui Rencana Sekulerkan Muslim RI

Beijing - WikiLeaks merilis sebuah kawat rahasia Kedubes AS di Beijing yang berisi pertemuan Kemlu China dan AS. Dalam kawat disebutkan China berencana untuk membuat umat Muslim Indonesia menjadi sekuler.

WikiLeaks seperti dilansir dari situsnya, Rabu (15/12/2010), merilis sebuah kawat rahasia dari Kedubes AS di Beijing tertanggal 5 Maret 2007 dengan kode referensi Beijing 1448. Saat itu dilakukan pertemuan antara Wakil Menlu China Cui Tiankai dan Dirjen Urusan Asia Kemlu China Hu Zhengyue, dengan pejabat Kemlu AS Eric John.

Pertemuan mereka untuk membahas sejumlah negara Asean. Indonesia termasuk mendapat porsi utama. John bertanya pada Hu, bagaimana pemerintah China melihat pemerintah Indonesia yang sekarang.

Menurut Hu, China memantau betapa ada peningkatan gesekan antar etnis dan agama di Indonesia. Pemerintah China pun ingin mendorong sekularisasi muslim di Indonesia.

"Beijing ingin mempromosikan Islam sekuler di Indonesia," kata Hu kepada John.

Bagaimana cara Beijing menyekulerkan muslim di Tanah Air? Menurut Hu, hal itu dilakukan dengan mendorong interaksi muslim Indonesia dengan muslim China. Dengan demikian, muslim Indonesia bisa tertular sifat muslim yang di China memang sekuler karena kontrol ketat pemerintah Komunis.

"Dengan mendorong interaksi dengan 20 juta muslim di China," jelas Hu.

Hu pun bersepakat dengan John, menjalin hubungan baik dengan Indonesia paling mudah dilakukan dengan memberikan bantuan saat bencana alam. China dan AS dalam beberapa tahun terakhir memberikan bantuan ketika Indonesia tertimpa bencana alam.

"Dalam beberapa tahun terakhir, AS dan China berkoordinasi dalam memberikan bantuan untuk Indonesia terkait dengan bencana alam. Beijing melihat hal semacam ini bisa menjadi model untuk kerja sama regional," kata Hu.

Sumber : http://www.detiknews.com

Minggu, 05 Desember 2010

Unek-Unek Ta'addud

Diantara Selingkuh, Poligami & Ta'adud itu beda maksud, beda aturan juga beda tujuan...

masing2 punya definisi sendiri2 secara aturan dlm fisi & misi yg timbul dr pasangan2 masing2...
SELINGKUH... NO...!
Selingkuh punya arti yg jelas, di mana kita semua sudah bs tau kesenjangannya...

POLIGAMI... NO...!
poligami secara bahasa berarti lelaki yg menikahi lebih dr 1 wanita 2/3/4/5/6/7/8/9... dst... (tiada batasan jumlah)
Poligami ini yg bs menyebabkan terlepas dr SOP (Standard Operasional Procedure) atau terlepas dr syariat, dimana kebanyakan acuannya terletak pd harta kekayaan mereka yg di anggap bisa utk membeli segalanya/ menguasai kaum hawa...

Sedangkan batasan yg di anjurkan adalah 4, jadi kata yg tepat adalah Ta'adud...
panjang deh penjelasannya...

TA'ADUD... YES...!
meskipun sebenarnya perkara yg sangat berat bagi org2 yg seharusnya bersikap ikhlas dlm perkara2 tsb... tapi sya sbg Muslim yg insyaAlloh berusaha utk istiqomah, sehingga sya katakan... "PRO TA'ADUD" berdasarkan hujjah2 yg shohih...

Ta'adud ini perkara yg di perbolehkan & bersyarat, meski di satu sisi dr pihak istri punya rasa cemburu, ini hal yg lumrah karena si istri benar2 masih mencintai suaminya namun tetap ridho akan makna ta'adud itu sendiri...
lebih panjang lagi penjelasannya....
Ta'adud itu boleh... tapi bukan berarti wajib...!

Sya tetap berprinsip bahwa, ikut menghalalkan perkara yg halal & juga mengharamkan perkara yg haram berdasarkan Ilmu yg di fahamkan oleh Alloh Tabaroka wa ta'ala...

Meskipun terkedang ada khilaf yg di lakukan oleh sya pribadi baik yg di sengaja/ tidak... sya kira sifat yg manusiawi...

Tapi sya selalu berdo'a utk segala ampunan bagi sya & semua keluarga sya & juga Muslim di manapun berada... Amien...

Karena hukum Alloh tetaplah sebagai hukumnya Muslim sampai pd hari yg telah di tentukanNYA, & kita tdk tau menau ttg ketentuanNYA bila tdk adanya dalil...

Janganlah mengambil hukum2 yg bertentangan dgn Nash2 yg shohih, meskipun hati & langkah ini sangat berat utk menjalankannya...

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An'am: 162)

ADIL dlm Ta'adud, bukan berarti SAMA
Adil dlm ber-Ta'adud itu bukan sebagai rukun nikah, Sedangkan rukun nikah ada 5, yaitu ada calon suami, calon isteri, wali, saksi dan ijab kabul. Jika semua syarat & rukun nikah di atas terpenuhi, maka pernikahan tersebut sah...

Adil yg di anjurkan yakni apa2 yg mnjadi kesanggupan suami, yaitu adil dlm bermalam, nafkah & pergaulan...

Misalkan suami punya 3 isrti... hehe... belagu bgt... (misal):

Bermalam:
1 minggu ada 7 hari, maka suami bermalam di setiap istri2nya masing2 2 hari... lalu sisa yg 1 hari suami mo nginap di hotel sendirian, atau rumah ortunya... hehe... lucu ya...

Nafkah:
Misalkan pendapatan suami sebulan Rp.1juta (jgn byk2)...
istri 1 punya 3 anak,, akan suami kasih 400rb...
istri 2 punya 2 anak,, akan suami kasih 300rb...
istri 3 punya 1 anak,, akan suami kasih 200rb...
sisa uang yg 100rb buat transport naik ojek buat nganterin suami di setiap 2 harinya...
karena kalo pembagian uangnya sama besarnya, tentu tdklah adil, karena kebutuhan masing2 istri berbeda2 berdasarkan keperluan anaknya/ lainnya...

Pergaulan:
ini juga mesti harus adil dlm bergaul... penginnya sama istri yg terakhir mulu, yg lama di cuekin,
alasannya misalnya sdh gak segar lagi... hahaha...
gak boleh gini ya... hehe...

Kalo masalah cintanya dgn istri2nya mempunyai perasaan yg berbeda, ini perkara yg manusiawi, karena ini perasaan hati, tapi bila istri2 Muslimah tentunya akan saling berlomba utk menarik simpatik bagi suami tercintanya...

Emangnya siapa sih yg lg pengin ta'adud... hehehe...???

Sikap Aneh Pemerintah Terhadap Poligami & Zina

Ketika urusan poligami mencuat, mereka atas nama kaum perempuan ribut. Tapi ketika urusan Pelacuran - Pemesuman & Perzinahan kenapa tidak ada satupun kaum perempuan yang ribut ?

Sikap aneh pemerintah terhadap poligami dan zina nampak dengan jelas. Terhadap zina, yakni kasus Yahya Zaini dan Maria Eva, pemerintah nampak kurang merespons dan tidak melakukan langkah politik apa pun. Hanya polisi yang konon ceritanya akan mengusut kasus aborsi Maria Eva yang katanya disuruh isteri Yahya Zaini untuk melakukan aborsi. Polisi katanya juga akan mengusut siapa penyebar video porno Yahya Zaini tersebut.

Namun menyikapi poligami, seperti yang dilakukan Aa Gym, pemerintah seperti kebakaran jenggot. Setelah HP SBY dan Ibu Negara mendapat ribuan SMS yang memprotes poligami Aa Gym (44) dengan Alfarini Eridani (37), pemerintah segera melakukan langkah-langkah politis yang spektakuler, emosional, dan reaksioner. Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta dan Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar dipanggil mendadak oleh Presiden SBY dan diberi instruksi untuk merevisi UU Perkawinan. Tujuannya agar larangan PNS untuk berpoligami diperketat lagi. Bahkan Nasarudin Umar, di TV menegaskan ada rencana untuk memperluas larangan poligami. Maksudnya tidak hanya PNS saja yang dilarang, tapi juga masyarakat umum. Bahkan Nasarudin main ancam segala, bahwa siapa saja kyai atau ustadz yang menikahkan orang untuk berpoligami, dapat dipidanakan.

Fakta-fakta di atas menunjukkan beberapa pelajaran penting.

Pertama, pemerintah tidak mempunyai standar moral yang jelas untuk menyikapi segala peristiwa. Mengapa reaksi pemerintah terhadap poligami (yang halal) tidak seheboh kasus zina (yang haram)? Kalau SBY berhujjah punya "moral obligation" (tanggung jawab moral) untuk menyikapi poligami Aa Gym, kemana tanggung jawab moral Bapak Presiden ketika majalah Playboy versi Indonesia terbit? Bukankah mata Bapak Presiden tidak buta untuk bisa melihat kebejatan yang semacam itu? Kemana pula perginya tanggung jawab moral Bapak Presiden ketika berbagai tayangan pornoaksi dan kekerasan marak sekali di TV-TV dalam program film, sinetron, dan hiburan? Bukankah telinga Bapak Presiden tidak tuli untuk bisa mendengar protes masyarakat terhadap kerusakan yang semacam itu? Jadi, standar moral pemerintah memang tidak jelas. Atau jangan-jangan, bukan lagi tidak jelas, tapi tidak ada. Mengapa standar moral pemerintah tidak jelas? Ada banyak faktor. Yang utama, pemerintah kita memang sekuler dan pragmatis. Maka jelas tidak akan merujuk pada aspek halal dan haram. Di samping itu, pemerintah hanya mengedepankan kepentingan sesaat dengan mengorbankan moral masyarakat. Kasus diamnya pemerintah terhadap Playboy versi Indonesia adalah contohnya.

Kedua, banyaknya protes masyarakat terhadap poligami Aa Gym, menunjukkan masyarakat belum bisa bersikap dewasa dalam perspektif Islam. Sikap masyarakat yang mencemooh poligami menunjukkan seakan-akan masyarakat kita adalah kaum muallaf yang baru masuk Islam. Yang belum tahu kalau zina itu haram, bukan halal. Yang belum tahu kalau poligami itu halal, bukan haram. Ini jelas menunjukkan sangat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap Islam khususnya dalam masalah poligami. Siapa yang salah? Banyak pihak. Aa Gym barangkali juga turut bersaham. Sebab beliau lebih banyak menyentuh aspek qolbu, daripada masalah syariah, dalam ceramah-ceramahnya. Coba kalau Aa Gym pernah menjelaskan halalnya poligami, tentunya protes terhadapnya tidak terlalu gila-gilaan. Pemerintah jelas salah. Karena dengan berbagai aturan seperti PP 10/1983 telah melarang PNS berpoligami.Ini menciptakan opini umum bahwa poligami itu seakan-akan suatu tindak kriminal yang keji dan amoral yang harus diberantas sampai tuntas-tas-tas. Apalagi aturan itu membuat syarat-syarat yang irasional dan imajiner. Kalau mau poligami, syaratnya tetek bengek sengaja dibikin super sulit. Selain izin isteri tua dan atasan, isteri tua haruslah : (1) tidak mampu menjalanan tugas sebagai isteri, (2) berpenyakit permanen, (3) tidak berketurunan. Syarat-syarat ini secara agama juga batil, karena al-Qur`an dan As-Sunnah saja tidak pernah menetapkan tiga syarat tadi. Kok seenaknya saja para pembikin aturan membuat-buat aturan jahat semacam itu.

Ketiga, kaum liberal (sekuler) kini telah menggunakan power (kekuasaan) untuk memaksakan ide-idenya. Sebagaimana diketahui, penentangan terhadap poligami, adalah sikap kuno kaum liberal sejak Muhammad Abduh menolak poligami dalam tafsirnya al-Manar. Intinya, adil sebagai syarat poligami, mustahil dipenuhi oleh manusia walaupun dia sangat menginginkannya. Jadi, poligami itu haram. Demikian ilusi kaum liberal. Ayat yang selalu diulang-ulang kaum liberal untuk melarang poligami adalah QS An-Nisaa ayat 129,"Kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian." Padahal keadilan yang mustahil ini, bukanlah keadilan dalam segala hal, tapi sebagaimana kata Ibnu Abbas, adalah keadilan dalam hal rasa cinta (mahabbah) dan gairah (jima') terhadap para isteri. Ini mustahil sama. Sedangkan keadilan yang wajib dilakukan suami yang berpoligami, sebagaimana QS An-Nisaa ayat 3, bukanlah keadilan dalam masalah cinta dan gairah, melainkan keadilan dalam nafkah, yakni sandang, pangan, dan papan. Jelas, dalam masalah ini manusia mampu berbuat adil, bukannya tidak mampu. Maka, ketika Nasarudin Umar mencela poligami dan bahkan main ancam kayak preman kepada para kyai dan ustadz, jelas ini fenomena pemanfaatan kekuasaan untuk memaksakan pandangan liberal kepada umat Islam. Walau Nasarudin Umar berposisi sebagai Dirjen Bimas Islam, publik juga tahu posisinya sebagai penyambung lidah dan pikiran kelompok liberal. Walhasil, kaum liberal yang konon menabukan pemaksaan pendapat, kini secara inkonsisten tengah memperalat kekuasaan dan undang-undang guna memaksakan pendapatnya dengan paksaan yang sangat otoriter. Karena sanksi pidana akan dijatuhkan kepada orang Islam yang tidak setuju dengan paham liberal yang mengharamkan poligami.

Maka, sudah waktunya kita semua menyadari keadaan kita saat ini. Pemerintah sekuler yang tidak punya pedoman moral, kini telah bersekongkol secara keji dengan kelompok liberal yang menjadi birokrat, untuk memaksakan pendapat mereka dan menghukum secara otoriter kepada siapa saja yang hendak melakukan poligami. Wahai umat Islam, apakah Anda rela mempunyai pemerintah sekuler yang tidak mampu membedakan antara poligami yang halal dan zina yang haram?

Wahai umat Islam, apakah Anda rela kelompok liberal yang jahat memaksakan pendapat-pendapatnya yang sesat dengan memperalat pemerintah sekuler ini? Wahai para ustadz dan kyai, apakah Anda rela masuk penjara karena melakukan poligami atau menikahkan seorang laki-laki yang berpoligami?

Sumber: swaramuslim.net

Jeritan seorang Perawan Tua

Fenomena bertambahnya jumlah wanita yang terlambat menikah (perawan tua) menjadi satu perkara yang menakutkan saat ini, mengancam kebanyakan pemudi-pemudi di masyarakat kita yang Islami, bahkan di seluruh dunia.
Berikut ini marilah kita mendengarkan salah satu jeritan mereka :

Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa'dah 1420 H
menuliskan jeritan seorang perawan tua dari Madinah Munawaroh.

"Semula saya sangat bimbang sebelum menulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita karena saya tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, atau kesurupan.
Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Saya akan menuliskan kisahku ini dengan ringkas.

Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu saya membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami... dan.. dan...

Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi ta'adud (poligami). Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, "Fulan menikah lagi yang kedua", tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka. Saya berkata, "Kalau saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku'. Saya sering berdiskusi dengan saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah ta'addud. Mereka berusaha agar saya mau menerima ta'addud, sementara saya tetap keras kepala tidak mau menerima syari'at ta'addud. Saya katakan kepada mereka, 'Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku".

Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya sehingga ia melawan kepada suaminya.

Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda impianku. Saya menanti... akan tetapi ia belum juga datang dan saya masih terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat 30 tahun... oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus keluar untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup, orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang akan saya kerjakan? Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.

Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah seorang dari wanita berkata, 'Fulanah jadi perawan tua". Aku berkata kepada diriku sendiri, "Kasihan Fulanah jadi perawan tua", akan tetapi... fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi! Sesungguhnya itu adalah namaku... saya telah menjadi perawan tua. Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa merasakannya. Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua. Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya kerjakan?

Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit. Saya ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku... Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan seperti seorang suami. Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati kehidupan. Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan perkataan ini kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, "Wanita ini tidak malu".

Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam. Saya tertawa... akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin saya tertawa, sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup...

Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, "Hari ini telah datang calon pengantin, tapi saya menolaknya..." Tanpa terasa saya berkata, "Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh!" Ia berkata kepadaku, "Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan saya tahu kalau kamu sangat memerangi ta'addud (poligami)". Hampir saja saya berteriak di hadapannya, "Kenapa kamu tidak menyetujuinya?" Saya rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat... Kedua tanganku di dalam api. Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi ta'addud, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, "Sudah terlambat"

Sekarang saya mengetahui hikmah dalam ta'addud. Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain? Ya ALlah, ampunilah dosaku. Sesungguhnya saya dahulu tidak mengetahui. Kata-kata ini saya tujukan untuk kaum laki-laki, "Berta'addud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil. Saya ingatkan kalian dengan firman-Nya, "... Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu..." Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami."

Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, "Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua. Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia. Saya tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi ALlah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu"

Engkau mungkin mengatakan kepadaku, "Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya". Saya katakan kepadamu, "Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya".

Engkau mungkin juga mengatakan, "Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi." Saya katakan kepadamu, "Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api. Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan
sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri". (1)

Demi ALlaH, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu "Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia". Ya ALlah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih"

A.A.N -Madinah

1. HR. Bukhari dalam kitan Iman no 13 dan Muslim no 45.

Disalin oleh Jilbab Online dari buku "Istriku Menikahkanku", As-Sayid
bin Abdul Aziz As-Sa'dani, Darul Falah, cet. Agustus 2004

Sabtu, 04 Desember 2010

6 Situs Porno yang Paling Banyak diakses di Indonesia

Fakta Realita

Berdasarkan rangking situs Alexa.com (5 Jan 2009), tercatat ada 6 situs porno yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Indonesia, yakni:
1. du**a*e*.com (Rangking 31- medium) –> Rank 60
2. re**u*e.com (Rangking 68 – full) –> Rank 115
3. yo**o**.com (Rangking 71 – full) –> Rank 62
4. po****b.com (Rangking 73 – full) –>Rank 99
5. adul***i*n*f***er.com (Rangking 74 – medium) –>Rank >> 150
6. t***8.com(Rangking 92 – full) –>Rank 54

Warna hijau (ranking per September 2009)

Keterangan:
- Sistem penulisan nama situs seperti di atas dimaksudkan agar Anda tidak mengunjungi situs tersebut. (sistem penulisan sudah diubah pada 7 Januari atas masukan yang sangat berarti dari Sdr. Ade Dharmawi)
- Rangking yang tertera merupakan 100 besar situs yang paling aktif di Indonesia
- Medium dan Full merupakan kategori pornografi secara subjektif (kategori medium = semi-full, sedangkan kategori full = benar2 porno)
- Situs seperti youtube (rangking 7) tidak saya masukin, karena persentase konten pornografinya masih sangat kecil.

Dampak yang Terjadi

Setelah 9 bulan lebih Pemerintah mensahkan UU ITE pada April 2008 dan lebih dari 2 bulan DPR menyetujui di undangkan UU Pornografi pada 30 Oktober 2008, ternyata hanya retorika hukum belaka. Kedua jenis UU tersebut yang berfungsi untuk mengatur peredaran media informasi, saat ini masih hanya menjadi objek untuk dilanggar.

Padahal kita tahu bahwa media berperan sangat penting terhadap perubahan tingkah laku, moralitas, sikap, pola pikir masyarakat kita, terutama generasi muda. Dan ironisnya, hingga saat ini, kita dapat dengan mudah menjumpai DVD porno bajakan, komik/majalah porno, acara TV yang merusak (berputar pada masalah cinta, hedonisme, gosip, ramalan/reg, pergaulan bebas, mistis-religius), dan terakhir situs porno yang tanpa difiltrasi oleh pemerintah.

Sehingga saat ini, terkesan menjadi lumrah ketika seorang remaja SMP menjadi penjajah seks, siswi kelas 2 SMP yang telah berganti-ganti pasangan, siswi SMU yang telah aborsi hingga 2 kali, oral seks, petting, dan segala macam tingkah laku tidak etis telah menjalar kepada generasi muda kita, genarasi penerus bangsa. Belum lagi perilaku konsumtif, hedonisme, hingga kekerasan dan perkosaan. Dan dalam hal ini, faktor lingkungan atau media memiliki andil, selain faktor keluarga dan sekolah.

Undang-Undang Dibuat hanya untuk Dikoleksi?

Sudah hampir setahun (9 bulan +), kebijakan pemerintah melalui Depkominfo untuk memblokir situs porno yang dilakukan pertama kali pada April 2008 tidak membuahkan hasil. Awalnya pemerintah begitu semangat, dan pada akhirnya ‘hilang tidak berbekas’. Kata orang ‘hangat-hangat tahi ayam’, ya itulah Depkominfo.
Selain itu, Pemerintah SBY bersama DPR, mengesahkan UU Pornografi yang telah berusia lebih 2 bulan, tapi tetap saja tidak ada gunanya. Para politikus hanya lebih senang berpolemik pada soal pola hidup masyarakat kita seperti di Bali, Manado atau Papua. Sehingga memang terkesan, UU Pornografi yang telah disahkan lebih kepada unsur politis.

Saya tidak membahas secara detil kedua UU tersebut, tetapi saya hanya akan mengutip bagian-bagian pentingnya saja, yakni khusus membahas regulasi, pembatasan dan pelarangan situs porno di Indonesia yaitu:

1. UU 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik / ITE (disahkan 21 April 2008 oleh pemerintah) <’sang’ pionir>
Perbuatan yang dilarang tercantum pada pasal 27 ayat 1 yakni

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

2. UU 44 tahun 2008 tentang Pornografi (disahkan 26 Nov 2008 oleh pemerintah atau disetujui DPR pada 30 Okt 2008)
Khusus tentang pencegahan penyebaran penyebaran pornografi yang tertuang pada Bab IV (pasal 17-21) [saya membahas peran pemerintah yakni pasal 17-19]

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. (Pasal 17 )

Pasal 18/19 [18 untuk Pemerintah dan 19 untuk Pem. Daerah]

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, Pemerintah/Pemerintah Daerah berwenang:
a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;
b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan
c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Kesimpulan

Dengan jumlah pengguna internet yang sangat besar yakni lebih 30 juta pengguna (prediksi netizen tumbuh 20% dari 25 juta ditahun 2008), berarti fasilitas internet telah menjadi fasilitas vital bagi masyarakat kita, terutama siswa-siswi SD, SMP, dan SMA. Sisi positif kehadiran internet tentu disertai hal-hal negatif yang secara sengaja diciptakan oleh mereka yang hanya ingin mencari ‘materi/uang’. Dan pemerintah wajib mengambil peran penting dalam mencegah sisi negatif menular ke masyarakat kita, terutama generasi muda.

Pemerintah harus berperan dikarenakan internet telah menguasai hajat hidup orang banyak, maka pemerintah harus melindungi masyarakat. Dan undang-undang yang telah dibuat dengan dana hingga puluhan miliar rupiah sudah semestinya dijalankan dengan bijak dan tegas. Jika tidak, masyarakat akan semakin tidak percaya pada semua produk hukum yang ada. Seolah-olah kedua UU tersebut hanya diperuntukkan untuk ‘membinasakan’ masyarakat kecil (ekonomi, budaya) daripada kepentingan pemodal besar di stasiun TV, internet, cukong DVD bajakan, atau bos majalah porno.

echnusa – 5 Jan 2009

Selayang Pandang
Terima kasih, rekan-rekan yang telah memberikan masukan yang sangat berarti bagi saya. Rata-rata dari kita setuju untuk menfilter pornografi yang dapat memperparah moralitas bangsa ini yang lagi ‘sakit‘. Berbagai penyakit kronis ‘meng-epedemi’ seperti korupsi, saling menghina, saling mengutuk, malas, konsumerisme, dan apatis terhadap lingkungan dan sesama. Meskipun juga ada sebagian yang memiliki pandangan yang berbeda, yang tetap sangat saya hargai.

Saya sangat setuju sekali bahwa gerbang utama dalam menjaga moralitas/perilaku adalah mentalitas dari diri sendiri. Mentalitas dan kepribadian seseorang merupakan akumulasi dari proses pembelajaran dan adaptasi yang di’absorbsi’ dari lingkungan, yakni keluarga, pendidikan [agama, sekolah, lembaga], teman, masyarakat, dan [saat ini] media umum.

Setiap saat diri kita [mentalitas dan kepribadian] selalu berubah [meski dalam tingkat dan kadar tertentu : kecil-besar]. Pandangan, pemikiran, prinsip, dan sikap kita, telah dibentuk sejak kecil. Secara umum, ketika masa kanak-kanak, diri kita ‘terbentuk’ dari orang tua dan keluarga kita. Di masa menuju remaja, diri kita ‘dibentuk’ oleh keluarga, teman dan pendidikan. Di masa remaja, diri kita lebih merupakan refleksi dari lingkungan eksternal dan teman, ketimbang peran keluarga atau pendidikan.
Dan saat dewasa, kita telah memiliki suatu fondasi atau landasan yang [cenderung] kuat dalam memutuskan sesuatu karena kita telah ‘mengukir’ prinsip, kepribadian, keyakinan, pemikiran dan sikap selama perjalanan lebih 20 tahun hidup kita. [asumsi usia dewasa : 20 tahun]

Dan proses terbesar dalam ‘mengukir’ diri seseorang terjadi ketika masa transisi hidup, yakni remaja menuju dewasa. Diperiode tersebut terjadi transformasi yang sangat besar, baik secara fisikal maupun mentalitas. Dan kita tahu bahwa dikala remaja menuju dewasa, input terbesar berasal dari lingkungan luar [teman, media, trend]. Untuk itu, kita sebagai orang yang telah melewati masa-masa itu, saya rasa akan mengerti dan paham betul fenomena tersebut. [ada beberapa pengeculian pada 'pribadi' orang ; misalnya bertobat/berubah di usia 30-an, 50-an bahkan di kala senja].

Dan bagi diri kita yang telah ‘mantap‘, tentu akan mudah menfiltrasi hal-hal negatif, dan mudah menerima hal positif. Tapi, kita perlu sadari bahwa kita hidup tidak sendiri di negeri ini, di dunia ini. Ada begitu banyak orang yang terjeremus tatkala narkoba mudah diperoleh. Ada begitu banyak orang menjadi ‘melek intelektualitas’ tatkala kurannya fasilitas pendidikan. Dan ada begitu banyak generasi muda yang ‘over’ tatkala mengikuti ‘media negatif’. Serta sekokoh-kokohnya diri kita yang merasa ‘kuat‘, kita bisa juga terjerumus karena ‘kata lingkungan’ [orang-orang].

Dan kita pun tidak bisa naif mengatakan “saya gak butuh gedung sekolah, yang penting niat belajar“. Niat saja tentu belum cukup, kita butuh cara, sarana, dan sistem. Hal serupa-pun, kita tidak bisa naif mengatakan, “biarlah situs-situs porno dan kekerasan ‘berkeliaran’, yang penting saya memiliki moral yang kuat“. Kembali saya katakan, niat atau tekad saja belum cukup [terutama generasi muda]. Rasa ingin tahu bagi kalangan remaja akan menjadi ‘bom waktu’ tatkala lingkungan [media] yang negatif kita biarkan, kita pupuk atau kita kembangbiakan. Jadi, apakah kita perlu mengambil peran atau tidak, tergantung dari apa yang telah kita ‘ukir’…….Dan tentu, tanpa melanggar [ikut campur] privasi Anda untuk beraktivitas sendiri……

Mengenai dampak dan realitas yang berkembang di kalangan generasi muda [remaja] saat ini, silahkan akses di :
Keprihatinan : Gaya Hidup “Bebas” Remaja Masa Kini (Hedonis, Rokok, Gamer, Narkoba hingga Seks)
Terima kasih, 6 Januari 2008 (echnusa)

Berita Terkait :

Bagi yang memang sangat penasaran dengan situs-situs tersebut, ada beberapa petunjuk untuk menemukannya (butuh beberapa langkah) yang saya sampaikan pada halaman 2.

Khitbah / Meminang

Rasulullah bersabda:

“Apabila seorang diantara kalian mengkhitbah (meminang) seorang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dalam hadits lain:

“Lihatlah dia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan diantara kalian berdua” (HR. At-Tirmidzi, 1087) Hadits tersebut menunjukkan bolehnya melihat apa yang lazimnya nampak pada wanita yang dipinang tanpa sepengetahuannya dan tanpa berkhalwat (berduaan) dengannya.

Para ulama berkata: “Dibolehkan bagi orang yang hendak meminang seorang wanita yang kemungkinan besar pinangannya diterima, untuk melihat apa yang lazimnya nampak dengan tidak berkholwat (berduaan) jika aman dari fitnah”.

Dalam hadits Jabir, dia berkata: “Aku (berkeinginan) melamar seorang gadis lalu aku bersembunyi untuk melihatnya sehingga aku bisa melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku menikahinya” (HR. Abu Dawud, no. 2082).

Hadits ini menunjukkan bahwa Jabir tidak berduaan dengan wanita tersebut dan si wanita tidak mengetahui kalau dia dilihat oleh Jabir. Dan tidaklah terlihat dari wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh (keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk melihat nya, bisa mengutus wanita yang dipercaya untuk melihat wanita
yang dipinang kemudian menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.

Berdasarkan apa yang diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ummu Sulaim untuk melihat seorang wanita (HR. Ahmad).
Barangsiapa yang diminta untuk menjelaskan kondisi peminang atau yang dipinang, wajib baginya untuk menyebutkan apa yang ada padanya dari kekurangan atau hal lainnya, dan itu bukan termasuk ghibah. Dan diharamkan meminang dengan ungkapan yang jelas (tashrih) kepada wanita yang sedang dalam masa ‘iddah (masa tunggu, yang tidak bisa diruju’ oleh suami atau ditinggal mati suaminya, pent).
Seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi Anda”.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran” (QS. 2: 235)


Dan dibolehkan sindiran dalam meminang wanita yang sedang dalam masa ‘iddah. Misalnya dengan ungkapan: “Sungguh aku sangat tertarik dengan wanita yang seperti anda” atau “Dirimu selalu ada dalam jiwaku”. Ayat tersebut menunjukkan haramnya t ashrih, seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi anda” karena tashrih tidak ada kemungkinan lain kecuali nikah. Maka tidak boleh memberi harapan penuh sebelum habis masa ‘iddahnya.

Diharamkan meminang wanita pinangan saudara muslim lainnya. Barangsiapa yang meminang seorang wanita dan diterima pinangannya, maka diharamkan bagi orang lain untuk meminang wanita tersebut sampai dia diijinkan atau telah ditinggalkan.


Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia menikah atau telah meninggalkannya” (HR. Bukhari dan Nasa’i).


Dalam riwayat Muslim: “Tidak halal seorang mukmin meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia meninggalkannya”. Dalam hadits Ibnu

Umar: “Janganlah kalian meminang wanita yang telah dipinang saudaranya” (Mut tafaqun ‘alaih).

Dalam riwayat Bukhari: “Janganlah seorang laki-laki meminang di atas pinangan laki-laki lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau dengan seijinnya”.

Hadits-hadits t ersebut menunjukkan atas haramnya pinangan seorang muslim di atas pinangan saudaranya, karena hal itu menyakiti peminang yang pertama dan menyebabkan permusuhan diantara manusia dan melanggar hak-hak mereka.

Jika peminang pertama sudah ditolak atau peminang kedua diijinkan atau dia sudah meninggalkan wanita tersebut , maka boleh bagi peminang kedua untuk meminang wanita tersebut.

Sesuai dengan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Hingga dia diijinkan atau telah ditinggalkan”. Dan ini termasuk kehormatan
seorang muslim dan haram untuk merusak kehormatannya. Sebagian orang tidak peduli dengan hal ini, dia maju untuk meminang seorang wanita padahal dia mengetahui sudah ada yang mendahului me-minangnya dan telah diterima oleh wanita tersebut.

Kemudian dia melanggar hak saudaranya dan merusak pinangan saudaranya yang telah diterima. Hal ini adalah perbuatan yang sangat diharamkan dan pantas bagi orang yang maju untuk mengkhitbah wanita yang telah didahului oleh saudaranya ini untuk tidak diterima dan dihukum, juga mendapat dosa yang sangat besar. Maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan masalah ini dan menjaga hak
saudaranya sesama muslim. Sesungguhnya sangat besar hak seorang muslim atas saudara muslim lainnya. Janganlah meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya dan jangan membeli barang yang dalam tawaran saudaranya dan jangan menyakiti saudaranya dengan segala bentuk hal yang menyakitkan.

Disadur dari BUku Bekal-Bekal Pernikahan
http://dear.to/abusalma
Karya : Maktabah Abu Salma al-Atsari

Al-Khitbah Atau Meminang

Penulis: Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan'an

Adapun orang yang meminang, memandang gadis yang dipinangnya atau
sebaliknya maka itu boleh, bahkan itu dianjurkan. Akan tetapi dengan
syarat berniat untuk mengkhitbah. Hadits-hadits tentang ini banyak sekali.

A. MAKNA DAN HUKUM MEMINANG

Al-Khitbah dengan dikasrah 'kho"nya berarti pendahuluan "ikatan
pernikahan" yang maknanya permintaan seorang laki-laki pada wanita
untuk dinikahi. Dan hal ini pada umumnya ada pada laki-laki. Maka yang
memulai disebut "khoothoban" (yang meminang) sedang yang lain disebut
"makhthuuban" (yang dipinang).

Meminang itu sunnah sebelum akad nikah, karena Nabi Muhammad
shalallahu 'alaihi wa sallam meminang untuk dirinya dan untuk yang
lain. Dan tujuan meminang yaitu : mengetahui pendapat yang dipinang,
apakah ada setuju atau tidak. Demikian juga untuk mengetahui pendapat
walinya.

Meminang itu akan mengungkap keadaan, sikap wanita itu dan
keluarganya. Dimana kecocokan dua unsur ini dituntut sebelum akad
nikah, dan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah melarang menikahi
seorang wanita kecuali dengan izin wanita tersebut, sebagaimana
diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu
`anhu berkata: telah bersabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam :

"Tidak dinikahi seorang janda kecuali sampai dia minta dan tidak
dinikahi seorang gadis sampai dia mengijinkan (sesuai kemauannya),
Mereka bertanya "Ya Rasulullah, bagaimana ijinnya ? Beliau menjawab
'Jika dia diam'.

Maka bila janda dikuatkan dengan musyawarahnya dan wali butuh pada
kesepakatan yang terang-terangan untuk menikah. Adapun gadis, wali
harus minta ijinnya, artinya dia dimintai ijin/pertimbangan untuk
menikah dan tidak dibebani dengan jawaban yang terang-terangan untuk
menunjukkan keridhaannya, tetapi cukup dengan diamnya, sungguh dia
malu untuk menjawab dengan terang-terangan. Dan makna ini juga
terdapat dalam hadits 'Aisyah radhiallahu 'anha bahwa beliau berkata
"Ya Rasulullah, sesungguhnya gadis itu akan malu", maka beliau bersabda:
Ridhanya ialah diamnya'
(HR Bukhori dan Muslim)

Akan tetapi hendaknya diyakinkan bahwa diamnya adalah diam ridha, bukan
diam menolak, dan itu harus diketahui oleh walinya dengan melihat
kenyataan
dan tanda-tandanya. Dan perkara ini tidak samar lagi bagi wali pada
umumnya.
Adapun kesepakatan wali dari pihak wanita itu merupakan perkara yang
harus dan merupakan syarat dalam nikah menurut jumhur ulama karena
jelasnya hadits dari Nabi sala'lahu 'a/aihi wa sallam yang bersabda :

"Tidak ada nikah kecuali dengan wali."
(HR Ahmad dan Ashhabus Sunan)

Dan jumhur mengambil dalil atas syarat ridhanya wali dengan firman
Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

"Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya"
(QS Al-Baqarah : 232)
Artinya : Jangan kau cegah wanita yang tercerai untuk kembali ke
pangkuan suaminya, karena dia lebih berhak untuk ruju' jika
memungkinkan secara syariat. Telah berkata Imam Syafii "Ini ayat yang
paling jelas tentang permasalahan wali dan kalau tidak maka pelarangan
wali tidak bermakna".
(Lihat Subulussalaam Syarah Bulughul Maram, Ash-Shan'any, juz 3 hal 130).

B. MEMANDANG PINANGAN (NADZOR)

Pada dasarnya di dalam hukum syariat melihat wanita asing bagi lelaki
dan sebaliknya adalah haram. Yang diwajibkan adalah menundukan
pandangan dari yang haram bagi laki-laki maupun wanita, firman Allah
Ta'ala (yang artinya) :

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat; Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera
saudara laki¬-laki mereka, atau putera saudara-saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki
; atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita, Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung"
(Q.S An¬Nuur : 30-31)

Adapun orang yang meminang, memandang gadis yang dipinangnya atau
sebaliknya maka itu boleh, bahkan itu dianjurkan. Akan tetapi dengan
syarat berniat untuk mengkhitbah. Hadits-hadits tentang ini banyak sekali.
Adapun dalam hadits Shahih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu `anhu
bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah berkata pada seseorang
yang akan menikahi wanita :
'Apakah engkau telah melihatnya ? dia berkata : "Belum". Beliau
bersabda :'Maka
pergilah, lalu lihatlah padanya. "

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Jabir bin Abdullah
Radhiyallahu `anhu : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan dan
jika mampu melihat seorang perempuan dari apa-apa yang mendorong kamu
untuk menikahinya maka kerjakan."

Orang yang meminang boleh memandang pinangannya pada telapak tangan
dan wajah saja menurut jumhur ulama. Karena wajah cukup untuk bukti
kecantikannya dan dua tangan cukup untuk bukti keindahan/kehalusan
kulit badannya. Adapun yang lebih jauh dari itu kalau dimungkinkan,
maka hendaknya orang yang meminang mengutus ibunya atau saudara
perempuannya untuk menyingkapnya, seperti bau mulutnya, bau ketiaknya
dan badannya, serta keindahan rambutnya.

Dan yang lebih baik orang yang meminang melihat pada yang dipinang
sebelum dia meminang, sehingga jika dia tidak suka padanya, maka dia
bisa berpaling dari perempuan itu tanpa menyakitinya. Dan tidak
disyaratkan adanya keridhaan atau sepengetahuan si wanita itu, bahkan
si lelaki itu boleh melihat tanpa diketahui wanita pinangannya atau
ketika dia lalai (diintip) dan itu lebih utama..

Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani dari Abi
Humaid As-Sa'idi Radhiyallahu `anhu, bahwasanya Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda :

"Apabila seorang diantara kamu meminang wanita, maka tidak mengapa
kamu melihatnya jika kamu melihatnya untuk dipinang, meskipun wanita
itu tidak tahu"

Adapun yang menjadi kebiasaan kaum muslimin dalam 'pinangan' yaitu
berdua-berduaan, pergi dan bergadang berdua, maka itu adalah racun
karena mengikuti kebiasaan orang-orang barat yang jelek, yang menyerbu
negeri-negeri muslimin. Alasan mereka yaitu masing¬-masing dari dua
orang yang bertunangan akan bisa saling mempelajari karakter yang
lainnya dengan jalan tersebut dan untuk lebih mengenal agar nanti
menjadi pasangan yang ideal dan bahagia.

Ini adalah sesuatu yang tidak benar berdasarkan kenyataan sebab
masing-masing berpura-pura dihadapan pasangannya dengan apa-¬apa yang
tidak ada padanya, yakni berupa akhlaq yang baik. Dan menampakkan bagi
pasangan apa-apa yang berbeda dari kenyataanya dan tidak menampakkan
aslinya kecuali setelah nikah dimana telah hilang sikap kepura-puraan
itu dan terbongkar hakekat dari masing-masing keduanya. Maka mereka
akan ditimpa kekecewaan yang besar.

Kami tahu berdasarkan pengalaman kami di mahkamah syar'iyyah bahwa
menempuh jalan yang disyari'atkan dan menjaga hukum-hukum syari'at
dari keduanya di semua tahapan-¬tahapan dalam menuju pernikahan,
dimulai dari khitbah sampai dengan malam pengantin merupakan sebab
yang menjamin kebahagiaan rumah tangga bagi keduanya dengan taufiq dan
keridhoan Allah Subhanahu wa ta'ala. Adapun orang yang melakukan
tahapan-tahapan itu dengan kebiasaan orang-orang kafir yang jelek maka
mereka akan mengalami kegagalan.

C. SIFAT-SIFAT YANG DITUNTUT DALAM MEMINANG DAN MENERIMA PINANGAN
Ketika pemuda dan pemudi menginjak remaja maka mulailah dalam
pikirannya terbetik kriteria-kriteria dan sifat-sifat siapa calon
pendampingnya untuk menjadi isterinya pada suatu hari nanti.

Dan pandangan orang terhadap sifat-sifat itu berbeda-beda, sesuai
denga taraf pendidikannya yang dia tumbuh padanya. Maka sebagian
mereka ada yang membuat kriteria, yang meliputi beberapa syarat
seperti bentuk badan tingginya, warna kulitnya, warna mata. Dan
diantara mereka ada yan mensyaratkan dari sisi hartanya, kekayaannya,
nasab dan lain-lain.

Dan semua syarat-syarat ini dalam kenyataannya dituntut dan disukai,
juga tidak dilarang untuk mencari orang yang demikian itu. Akan yang
lebih baik dari itu semuanya adalah agamanya. Dalilnya yang
diriwayatkan imam Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairah Radhiyallahu
`anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda :

"Dinikahi wanita karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan
karena agamanya, maka utamakanlah yang punya agama sehingga kamu akan
beruntung."

Makna "yang memiliki agama" yaitu : wanita yang beragama, shalihah dan
berakhlak baik. Maka hendaknya tujuan meminang adalah memilih wanita
yang punya agama. Adapun bila terkumpul semua sifat-sifat yang lain
dari harta, keturunan dan kecantikan disertai punya agama, maka itu
adalah kebaikan di atas kebaikan. Akan tetapi tidak ada kebaikan pada
seseorang yang memiliki harta atau keturunan, atau kecantikan
tanpa punya agama. Wanita yang punya kecantikan tanpa agama adalah
wanita yang menipu orang lain dan diri sendiri, dan wanita yang punya
harta tanpa agama adalah wanita yang menindas, lacur atau rakus.
Adapun wanita yang punya , keturunan, pangkat tanpa agama, dia wanita
yang sombong. Adapun wanita yang punya agama ialah
wanita yang selalu taat, akhlaknya baik, tawadhu' sekalipun dia punya
kecantikan, kekayaan, pangkat yang tinggi atau keturunan mulia.

Keadaan serta sifat-sifat ini tidak hanya khusus pada wanita saja,
bahkan juga untuk laki-laki. Maka bagi wanita yang dipinang, agar
jangan tertipu dengan kekayaan, ketampanannya, keturunan atau
pangkatnya. Bahkan wanita wajib unluk meneliti terlebih dahulu
agamanya, jika lelaki itu termasuk beragama, shaleh, maka sungguh
terkumpul padanya syarat-syarat terpenting, sehingga jadilah
sifat-sifat menempati peringkat kedua.

Sesungguhnya seorang lelaki yang beragama akan menjaga warita dan
memeliharanya, dan akan mempergauli isterinya dengan cara yang baik,
akan bersabar atas kekurangan-kekurangan isteri, dan ini yang
terpenting. Maka bila Iaki-laki itu mencintainya, dia akan memuliakan
isterinya, dan jika dia membencinya, dia tidak akan mendhaliminya
meskipun si isteri suka hidup brrsamanya, dan bila lebih mengutamakan
bercerai, maka dia tidak menahannya untuk menyakitinya, tetapi dia
pisah dengan perpisahan yang sebaik-baiknya.

Sesungguhnya kehidupan 'suami - isteri' penuh dengan kesulitan dan
tanggung jawab yang berat serta berhadapan dengan keadaan yang selalu
berubah. Jika rumah tangganya ditegakan karena harta, kemudian hilang
hartanya, maka apa yang terjadi ? dan jika ditegakkan di atas
kecantikan atau kedudukan, kemudian berubah, maka apa yang terjadi ?
Tidak diragukan lagi akan terjadi perpecahan dalam rumah tangga dan
akan muncul perselisihan, karena pernikahannya tidak ditegakkan di
atas dasar yang kokoh, tetapi atas syahwat Individu tanpa pangkal dan
landasan yang kuat.

Adapun apabila pernikahan dibangun atas dasar menjaga agama, dimana
agama itu merupakan aqidah yang tetap dan kokoh di hati muslim yang
beragama, dia bangun diatasnya perbuatan dan perkataannya, dan dari
dasar Itu dia bermuamalah dengan yang lainnya. Maka kita tahu, bahwa
seorang muslim yang beragama, baik laki-laki maupun perempuan, dia
akan bersyukur pada Allah Subhanahu wa taala dalam keadaan lapang, dan
bersabar dalam keadaan sempit. Dia akan bergaul atau mensikapi
kenyataan dengan iman dan sabar, dan dia akan saling tolong-menolong
dengan isterinya ( teman hidupnya) dengan penuh amanah dan kegembiraan.

D. CINTA, RINDU DAN CEMBURU

Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan
yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya
secara syari. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan
tadi. Dan seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini
adalah salahnya ¬pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan
dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan, perkataan
yang keji. Dan hal in adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu
yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan
mendorong kehormatan dan kemuliaannya.

Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah batasannya,
penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini ada
dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga hal ini
sesuai dengan apa yang mereka maknai.

1. Cinta (AI-Hubb)

Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan
itu termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir.
Pernikahan itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta
dan kasih sayang diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah
pandangan. Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
menganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang
agar sampai pada kata sepakat dan cinta, seperti telah kami jelaskan
dalam bab Kedua.

Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa'i dari Mughirah
bin Su'bah Radhiyallahu `anhu berkata ;"Aku telah meminang seorang
wanita", lalu Rasulullah
shalallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadaku :'Apakah kamu telah
melihatnya ?" Aku berkata :"Belum", maka beliau bersabda : 'Maka
lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhimya akan lebih
menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua'

Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih
pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah "cinta", bahkan
umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang
haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan
dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang
diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti
dia telah berbuat dosa.

Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam
pemahaman mereka tentang "cinta" dan apa-apa yang tumbuh dari cinta
itu, dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka
beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia
memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki
rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka menegakkan
hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam,
saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka
berzina di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa 'cinta' tidak
ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu,
tetapi justru sebaliknya.

Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan
kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari
syahwat¬-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah
cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang
menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana
firman Allah Ta'ala (yang artinya) :

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,... ",
(Q.S Ali¬-Imran : 14)

Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka
tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga.
Namun, Allah Ta'ala tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau
sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang
diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari'atkan
dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah,
dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma berkata : telah bersabda
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :

"Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pemikahan ."

Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji,
maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan,
karena pandangan' itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua
sebab-sebab yang mengantarkan pada Fitnah, dan kekejian, seperti
berduaan dengan orang yang bukan mahramya, bersenggolan, bersalaman,
berciuman antara lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat
menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan
sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah
Subhanahu wa ta'ala.

Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini,
maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah
tersebut dalam hadits bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



"Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian ; wanita dan
wangi¬-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat"
( HR Ahmad, Nasa'i, Hakim dan Baihaqi)

Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya.
Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu
diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila
lelaki dan wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk
cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama
lainnya saling mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan
keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang
manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya
diazab karena yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan sebab
yang menyampaikan pada 'cinta', seperti telah kami sebutkan. Dan
keduanya akan dimintai tanggungjawab dan akan disiksa juga dari setiap
keharaman yang dia perbuat setelah itu.

Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa
padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebagian ulama seperti Imam
Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan
dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala,
sebagaimana akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab 'Rindu'. Dan
dalam keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu
menjauhi semua sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan
cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun sangat
sedikit mereka yang selamat.

2. Rindu (Al-'Isyq)

Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu yang disertai
dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka
rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak.
Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan
menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai
kerendahan dan kehinaan.

Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka
rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu
menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang
diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang
disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari
orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam
kitab Haasyi'ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa
termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati
dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan
dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram
sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.

Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik
laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan
menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan
apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena
kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat.

Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan
bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang
rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang
yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada
keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia
ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya
dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf
(menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia
mendapa pahala.

3. Cemburu (Al-Ghairah)

Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain
dalam hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta.
Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu
itu ternasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada
laki-laki atau wanita.

Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah
ketik~asuaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan
tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia
senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak
mencintai suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab 1). Kita
tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya, tetapi
tidak boleh menolak hukum syar'i tentang bolehnya poligami. Penolakan
wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan
dan pengingkaran terhadap hukum syar'i tidak akan terjadi kecuali
karena kelalaian dan kesesatan.

Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum syariat
dengan tanpa ragu¬-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua
kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya
serta ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada
bidadari yang jelita matanya yang Allah Ta'ala jadikan mereka untuk
orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari
adanya 'bidadari' ini untuk orang mukmin atau mengingkari hai-hal
tersebut, karena dorongan cemburu.

Maka kami katakan padanya :
1. Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga
kelak atau tidak.
2. Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
3. Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta'ala telah mengkhususkan juga bagi
wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski klta
tidak mengetahui secara rinci.
4. Surqa merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat
oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia,
seperti firman Allah Ta'ala :
"Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaltu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata scbagai
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan"
(Q.S As-Sajdah : 17)

Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tcrsembunyi bagi
mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada
apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh
kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan mukminat dari apa-apa yang
mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan, dan akan
menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi
keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar
memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat
Allah Ta'ala yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.

Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan
kehormatannya, maka hal tersebut 'dituntut dan wajib' baginya karena
termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya
dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak
adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada
isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau meraka
telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya,
bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya
atau anak-anaknya.

Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap
ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu
ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah
hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat
umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal
kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu
kebebasan saja. Maka orang¬orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq
barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas
dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan clan keutamaan.

Sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah mensifati
seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan
sifat-¬sifat yang jelek, yaitu Dayyuuts: Sungguh ada dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir ; serta dari
Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dan Abdullah bin Amr , dari Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam bahwa ada tiga golongan yang tidak akan
masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts.
Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan
keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.

(Dikutip darikitab Ushulul Mu'asyarotil Zaujiyah, Edisi Indonesia
"Tata Pergaulan Suami Istri Jilid I" Penerbit Maktabah Al-Jihad,
Jogjakarta)

This article is from SALAFI Indonesia-Istiqomah Di Atas Al Qur'an & As
Sunnah
http://darussalaf.or.id/

Rabu, 01 Desember 2010

Gambaran Pria Muslim di Rumahnya

Oleh: Al-Ustadz Abu Mu’awiyah

Dari Al-Aswad rahimahullah dia berkata: Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berada di rumah. Maka ‘Aisyah menjawab,

كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 6939)

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَزْهَرَ اللَّوْنِ كَأَنَّ عَرَقَهُ اللُّؤْلُؤُ إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ وَلَا مَسِسْتُ دِيبَاجَةً وَلَا حَرِيرَةً أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا شَمِمْتُ مِسْكَةً وَلَا عَنْبَرَةً أَطْيَبَ مِنْ رَائِحَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat wangi kulitnya dan keringatnya bagaikan kilau mutiara. Apabila beliau berjalan, maka langkahnya terayun tegap. Sutera yang pernah saya sentuh tidak ada yang lebih halus daripada telapak tangan beliau. Minyak misk dan minyak ambar yang pernah saya cium, tidak ada yang melebihi semerbak wanginya daripada tubuh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (HR. Al-Bukhari no. 3561 dan Muslim no. 2309)
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dia berkata:

خَدَمْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ وَاللَّهِ مَا قَالَ لِي أُفًّا قَطُّ وَلَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَهَلَّا فَعَلْتَ كَذَا

“Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama sepuluh tahun. Demi Allah, selama itu beliau tidak pernah berkata ‘husy’ kepadaku. Beliau tidak pernah berkomentar tentang sesuatu yang aku lakukan dengan ucapan, “Kenapa engkau melakukan itu?!” “Kenapa kamu tidak mengerjakan itu?!” (HR. Muslim no. 4269)

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata;

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِلَّا تَرَكَهُ

“Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencela suatu makanan sekalipun. Jika beliau menyukainya maka beliau memakannya, dan bila beliau tidak menyukainya maka beliau meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064)

Penjelasan ringkas:

Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan contoh dan suri tauladan terbaik bagi setiap lelaki dalam seluruh aspek kehidupannya, termasuk di dalamnya dalam perkara-perkara duniawi. Beliau adalah salaf (pendahulu) terbaik bagi seorang ayah terhadap anaknya, salaf terbaik bagi seorang suami kepada istrinya, dan salaf terbaik seorang majikan kepada pelayannya.

Beliau bukanlah suami yang menjadi beban atas istri dan keluarganya, karenanya walaupun beliau adalah seorang kepala negara yang wajib ditaati oleh rakyatnya, bahkan seorang nabi yang wajib dimuliakan oleh umatnya, walaupun dengan semua posisi tersebut, beliau tetap bekerja di dalam rumahnya dan membantu pekerjaan istri-istrinya sebagai bentuk tanggung jawab suami kepada istri. Beliau tidak menjadikan posisi beliau tersebut sebagai alasan untuk bermalas-malasan dalam mencari nafkah atau menunggu belah kasih dari umat, tidak sama sekali. Beliau sama sekali tidak menjadikan dakwah sebagai profesi yang dengannya beliau bisa mendapatkan harta dari mad’u (yang didakwahi) beliau. Hal itu karena beliau sendiri telah menegaskan sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur`an yang artinya, “Aku tidak pernah meminta upah dari kalian, upah atas dakwahku hanyalah dari Allah.”

Sebagai seorang suami, beliau memperlakukan para istri beliau dengan baik. Beliau memperlakukan mereka sebagaimana yang beliau senang diperlakukan seperti itu. Beliau tidak menyakiti mereka dengan sesuatu yang beliau tidak senang untuk disakiti dengannya. Karenanya beliau sekalipun tidak pernah mencela makanan yang dibuat oleh istrinya walaupun mungkin tidak sesuai dengan selera beliau. Beliau sangat menghargai usaha para istri beliau sebagaimana para istri beliau menghargai usaha beliau mencari nafkah. Suami adalah pemimpin mutlak dalam rumah tangga, yang di antara haknya adalah istri wajib melayaninya setiap kali dia mengajak istrinya untuk melakukan hubungan yang berkenaan dengan suami istri. Hanya saja, hak tersebut tidak menjadikan beliau zhalim kepada istri-istri beliau. Karenanya beliau shallallahu alaihi wasallam senantiasa menjaga agar tubuh beliau tetap harum dan bersih walaupun sedang berada di rumah bahkan walaupun sedang tidak sedang akan melakukan hubungan intim. Karena sebagaimana suami sangat senang jika istrinya berpenampilan indah dan bersih, maka demikian pula sebaliknya istri sangat senang jika suaminya berpenampilan indah dan bersih. Inilah di antara bentuk pengamalan firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan para istri berhak mendapatkan hak sebagaimana mereka juga memiliki kewajiban, dengan cara yang ma’ruf.”

Adapun selaku atasan atau majikan dalam pekerjaan, maka tidak perlu ditanya bagaimana sikap bersahabat beliau kepada bawahan atau pelayan beliau, dan bagaimana tingginya apresiasi beliau kepada mereka. Beliau tidak pernah memukul mereka, tidak pernah menghardik mereka, dan tidak pernah mengkritisi apa yang mereka kerjakan, baik pekerjaan mereka itu tepat maupun kurang tepat. Karenanya sangat wajar jika Anas bin Malik radhiallahu anhu betah melayani beliau sampai 10 tahun lamanya. Itupun hubungannya dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam berakhir bukan karena dia dipecat atau mengundurkan diri, akan tetapi karena Nabi shallallahu alaihi wasallam lebih dahulu meninggal. Tengok juga bagaimana salah seorang pelayan beliau yang beragam Yahudi, di akhir hidupnya masuk ke dalam Islam karena terpengaruh dengan baiknya akhlak beliau selaku majikan. Semua ini sebagai pembenaran firman Allah Ta’ala yang menyatakan bahwa kedudukan seorang muslim hanya ditentukan dengan kadar ketakwaannya kepada Allah, selain daripada itu dari urusan duniawi maka mereka semua setara dan sejajar, tidak ada yang lebih rendah daripada yang lainnya.

Subhanallah demikianlah gambaran pria muslim yang sebenarnya. Mereka menyadari betul bahwa mencontoh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam semua perkara di atas dan selainnya tidaklah mengurangi kedudukan mereka sebagai serang pria, bahkan itu akan mengangkat kedudukannya sebagai seorang pria muslim karena dia telah mencontoh Nabinya yang merupakan panutannya. Seandainya orang-orang non muslim mengetahui keindahan akhlak seorang muslim yang sebenarnya dari seluruh sisinya, maka demi Allah niscaya mereka akan bersegera untuk masuk ke dalam Islam dengan berbondong-bondong guna mendapatkan keutamaannya.

Ya Allah, karuniakanlah kepada setiap lelaki muslim di dunia ini akhlak sebagaimana akhlak Nabi-Mu. Berikanlah kesadaran kepada mereka semua bahwa walaupun memang tidak wajib mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam masalah dunia, akan tetapi beliau tetaplah merupakan tauladan terbaik bagi mereka dalam urusan dunia mereka. Innaka Waliyyu dzalika wal Qadiru alaih.

Sumber: http://www.al-atsariyyah.com/gambaran-pria-muslim-di-rumahnya.html


Rumahmu adalah Surgamu

Oleh: Abu Maryam Majdi bin Fathi As-Sayid

Saudariku muslimah…

Istri shalihah percaya bahwa tempat terbaik untuk menjaga diri dari keterjerumusan ke dalam jurang kebinasaan adalah tinggal di rumahnya, karena itu ia tidak menjadi orang yang suka keluar dan pergi dari rumah.

Istri shalihah beriman terhadap firman Allah Ta’ala, yaitu perintah untuk tinggal di dalam rumahnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“Dan tinggallah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian.” (Qs. Al Ahzaab: 33)

Makna ayat ini adalah perintah agar para wanita tetap tinggal di dalam rumah, meskipun asalnya ayat ini ditujukan kepada para istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam namun wanita selain mereka termasuk ke dalam ayat ini dari sisi maknanya.

Hal ini kalau tidak ada dalil khusus yang mencakup seluruh wanita, bagaimana? Sedangkan syariat telah menerangkan agar supaya wanita tinggal di rumah mereka dan menahan diri untuk keluar dari rumah kecuali untuk suatu yang darurat. Allah Ta’ala memerintahkan kepada para istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk tetap tinggal di rumah-rumah mereka dan mereka menjadi orang yang dituju oleh ayat tadi secara langsung sebagai bentuk penghormatan bagi mereka.

Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsirnya (3/482), “Tetaplah kalian di rumah kalian, janganlah keluar tanpa ada kebutuhan, di antara kebutuhan yang syar’i adalah shalat di masjid dengan berbagai syaratnya.

Muhammad bin Siriin berkata, “Saya diberitahu bahwa Saudah (istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam) pernah ditanya, “Kenapa kamu tidak haji dan juga tidak umrah seperti yang dilakukan oleh saudari-saudarimu?” Ia menjawab, “Saya sudah pernah haji dan juga pernah umrah, Allah Ta’ala memerintahkan untuk tetap tinggal di rumahku. Demi Allah, saya tidak akan keluar dari rumahku sampai mati.”

Muhammad berkata, “Demi Allah, ia tidak pernah keluar dari pintu kamarnya hingga ia keluar dalam keadaan sudah menjadi jenazah.”

Ibnul Arabi -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Sungguh saya telah memasuki beribu-ribu kampung, saya belum pernah melihat para wanita yang lebih menjaga keluarganya dan menjaga harga dirinya dari pada wanita negeri Nablus, suatu negeri yang Nabi Ibrahim pernah dilemparkan ke dalam api. Saya pernah tinggal di negeri tersebut dan saya tidak pernah melihat seorang perempuan pun di jalanan pada siang hari kecuali pada hari Jum’at, mereka keluar ke masjid pada hari Jum’at hingga masjid-masjid pun penuh sesak dengan mereka. Bila telah selesai shalat maka mereka segera kembali ke rumah mereka dan saya tidak melihat seorang perempuan pun sampai hari Jum’at berikutnya.

Al ‘Allamah Kamaluddin Al Adhami -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Tetap tinggal di rumah bagi seorang perempuan adalah gerbang kebaikan, yang memasukinya akan aman kehormatannya, jiwanya, hartanya, agamanya dan kemuliaannya. Rumah adalah tempat yang paling mulia untuk menjaga harga diri dan kehormatan, karena ia dapat menunaikan kewajiban rumah tangganya, dapat memenuhi hak suami dan anak-anaknya serta menjalankan ajaran agamanya tanpa disibukkan dengan berbagai kesibukan di luar rumah. Bahkan ia punya waktu luang untuk tetap beribadah, membaca buku-buku agama dan mempelajari akhlak yang sejati.

Saat itulah ia bisa menikmati lezatnya hidup, ia juga akan bisa menyadari bahwa kebahagiaan telah menyelimutinya. Bagaimana tidak demikian, Rabbnya telah ridha kepadanya, suaminya puas dengannya karena ia menjalankan semua yang menjadi kewajibannya. Kebahagiaan mana lagi yang lebih besar bagi seorang perempuan dari pada keridhaan Rabbnya dan kepuasan suaminya.

Hal ini sangat berbeda dengan perempuan yang suka keluar dan pergi dari rumahnya, perempuan yang tidak betah tinggal di rumahnya walau sesaat. Bahkan sukanya pergi kesana kemari baik malam maupun siang hari. Berkumpul dan berbaur dengan semua orang tanpa melihat apakah itu mahram atau bukan, halal atau haram. Bila pulang ke rumahnya maka kepalanya sudah penuh berbagai macam tuntutan dan permintaan karena pengaruh apa yang dilihat dan disaksikannya. Lalu ia meminta uang kepada suaminya dan kadang keadaan suaminya tidak mampu memenuhi permintaannya maka mulailah menyala api perselisihan di antara keduanya. Lantas ia pun tidak peduli dengan urusan rumahnya, pendidikan anak-anaknya, tidak menjalankan kewajiban terhadap Rabbnya juga terhadap suaminya. Ia pun melecehkan buku-buku agama dan adab jika ia bisa membaca dan menulis, bahkan ia konsentrasi untuk membaca buku murahan dan buku-buku vulgar, bila dinasihati oleh suaminya maka ia berbangga dengan dosa yang dilakukannya malah ia akan menyerang balik dengan mencaci dan mencelanya.

Pada setiap saat kamu mendapatinya sesak dadanya, picik pemikirannya dan inilah balasannya dengan sebab apa yang diperbuatnya. Allah Ta’ala telah berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Qs. Thaha: 124)

Itu semua adalah akibat keluar dari rumah dan tidak adanya keterikatan dengan hukum syar’i. Dampak negatif keluar dari rumah dan tidak menetap di dalamnya yang pertama kali nampak adalah melecehkan dan meremehkan kenikmatan yang ada padanya, menganggap suaminya dengan sebelah mata karena ia telah melihat kehidupan yang lebih enak dari pada yang dialaminya dan mulailah ia mencela suaminya, apalagi kalau suaminya lebih tua atau terlambat memberikan nafkahnya.

Lalu akan merangkaklah bibit pertengkaran dan percekcokan yang kadang bisa mengantarkan kepada perceraian dan perpisahan, dan pada saat itulah rumah tangganya menjadi berantakan dan hidupnya menjadi hancur.

Perempuan yang tetap tinggal di rumahnya, akan kamu lihat ia berada dalam puncak kenikmatan dan berdampingan dengan suaminya yang terbaik. Matanya tidak jelalatan kepada selain suaminya, ia tidak mengingkari kenikmatan yang diberikan oleh suaminya walau pun sedikit. Tidak ada celah bagi setan untuk menciptakan perselisihan di antara keduanya. Keduanya hidup bersama dengan penuh kebahagiaan dan kecerahan hidupnya diridhai, semua itu adalah berkah dari tetap tinggalnya seorang perempuan di rumahnya.

Saudariku muslimah…

Islam menghendaki seorang istri shalihah berada dalam keadaan yang sangat baik, jauh dari keragu-raguan dan syubhat-syubhat.

Karena itu bila memang ada kebutuhan yang mendesak untuk keluar maka hendaknya ia keluar dengan memakai hijab (pakaian penutup aurat), berjalan dengan sopan, menundukkan mata dan menghindari jalan bagian tengah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ لِلنِّسَاءِ وَسَطُ الطَّرِيْقِ

“Tidak boleh bagi wanita berjalan di jalan bagian tengah.” Hadits Hasan. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (7/447), Ad-Daulabi (1/45), Al Baihaqi (7821, 7823) dalam kitab Syu’abul Iman dan ada beberapa penguatnya

Wanita shalihah berjalan di bagian pinggir jalan bukan di tengahnya, karena berjalan di tengah jalan merupakan sebab dirinya menjadi sasaran pandang kaum lelaki, lalu berjalannya tersebut menghilangkan kewibawaan dirinya dan penghormatan kepadanya.

Adapun wanita yang berjalan di pinggir jalan jauh dari bagian tengahnya, maka ia telah mengurangi sorotan pandangan lelaki dan menjauhkan penilaian negatif terhadap dirinya. Ia keluar dari rumahnya dengan memakai hijabnya, berjalan dengan penuh penghormatan, jauh dari segala hal yang bisa mendatangkan syubhat.

Saudariku muslimah…

Maksud dari hadits ini bukan seperti yang banyak disangka oleh sebagian besar muslimah bahwa maksud dari hadits ini adalah membatasi ruang gerak seorang perempuan atau mengurangi peranannya, sesungguhnya maksudnya adalah untuk mengatur bagaimana seorang perempuan keluar dari rumahnya.

Hukum asalnya seorang perempuan adalah tinggal di rumahnya, memikirkan urusan rumahnya dan tidak keluar kecuali dalam keadaan darurat saja. Kalaulah seorang perempuan ingin bekerja maka harus pada hal-hal yang dibolehkan oleh syariat yang lurus ini berupa pekerjaan-pekerjaan yang memang khusus bagi kaum hawa.

Adapun seorang perempuan keluar dari rumahnya dengan berpenampilan tabarruj (berdandan dan tidak menutup aurat), berkeliaran di jalan-jalan, bercampur-baur dengan lelaki dengan anggapan bahwa ia sedang bekerja dan berusaha maka perkara ini memerlukan pemikiran yang panjang. Seorang perempuan mestinya intropeksi diri dan menimbang-nimbang pekerjaannya. Kemanakah perginya agama dia karena sebab ngobrol dengan lelaki dalam perkara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanya??

Bahkan kemanakah perginya pekerjaannya yang semestinya seorang perempuan berlomba-lomba untuk bisa memberikan manfaat kepada anak-anak generasi kaum muslimin atau untuk kaum hawa sejenisnya?

Sesungguhnya seorang istri pada saat ini menganggap bahwa pekerjaan merupakan sarana untuk mencukupi dirinya dan dunianya, menurut kadar pemahaman agamanya yang lemah.

Lalu bagaimana keadaanmu wahai para istri dan saudariku muslimah?

Andai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat keadaan wanita saat ini dan melihat perbuatan mereka yang sia-sia di jalanan juga melihat pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh wanita saat ini, apakah yang akan dikatakan oleh Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam?!!

Ibu kita, Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Andai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat apa yang dilakukan oleh para wanita saat ini, tentulah beliau tidak akan mengizinkan mereka untuk keluar, yakni keluar ke masjid untuk shalat.”

Perkataan beliau ini diucapkan tak selang lama setelah wafat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lantas bagaimana keadaan para wanita pada zaman kita ini yang sangat jauh dari zaman Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan telah lewat lima belas abad dari masa Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam?!

Wahai para wanita yang ingin mencapai martabat Istri shalihah
Wahai para wanita yang menginginkan kebahagian rumah tangga
Kalian harus tetap tinggal di rumahmu, menangislah untuk kesalahanmu dan carilah keridhaan Rabb-mu

Disadur dan diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Muqbil Ahmad Yuswaji dari kitab Linnisaa Faqath, Az-Zaujah Ash-Shalihah
Sumber: Majalah As-Salam no IV/ Tahun II-2006M/1427H

(Sumber URL: http://www.ahlussunnah-jakarta.org/detail.php?no=171, http://ghuroba.blogsome.com)

Copas dari : http://ummuammar88.wordpress.com/2009/01/31/rumahmu-adalah-surgamu/


Sepuluh Wasiat untuk Istri yang Mendambakan “Keluarga Bahagia tanpa Problema”

Penulis: Mazin bin Abdul Karim Al-Farih

Berikut ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.

Wahai wanita mukminah!

Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridla Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.

Wasiat Pertama: Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat

Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah!!

Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan kerajaan. Maka janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada Allah… Maka ia berkata dengan menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang suami: “Ketaatan menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…”

Wahai hamba Allah… Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.

Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata “Aku mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…”

Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:

- Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar. Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya’ dan sum’ah.

- Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).” (Al Hujuraat: 11)

- Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَحَبُّ الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهُمْ

“Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.”1

- Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pembantu dan pendidik-pendidik yang kafir.

- Meniru wanita-wanita kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”2

- Menyaksikan film-film porno dan mendengarkan nyanyian.

- Membaca majalah-majalah lawakan/humor.

- Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.

- Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.3

- Bersahabat dengan wanita-wantia fajir dan fasik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ

“Seseorang itu menurut agama temannya.”4

- Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah)

Wasiat kedua: Berupaya mengenal dan memahami suami

Hendaknya seorang istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami maka ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci suami maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq (Allah Ta`ala). Berikut ini dengarkanlah kisah seorang istri yang bijaksana yang berupaya memahami suaminya.

Berkata sang suami kepada temannya: “Selama dua puluh tahun hidup bersama belum pernah aku melihat dari istriku perkara yang dapat membuatku marah.”

Maka berkata temannya dengan heran: “Bagaimana hal itu bisa terjadi.”

Berkata sang suami: “Pada malam pertama aku masuk menemui istriku, aku mendekat padanya dan aku hendak menggapainya dengan tanganku, maka ia berkata: ‘Jangan tergesa-gesa wahai Abu Umayyah.’ Lalu ia berkata: ‘Segala puji bagi Allah dan shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku tidak tahu tentang akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai niscaya aku akan melakukannya dan apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’ Kemudian ia berkata: ‘Aku ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.’”

Berkata sang suami kepada temannya: “Demi Allah, ia mengharuskan aku untuk berkhutbah pada kesempatan tersebut. Maka aku katakan: ‘Segala puji bagi Allah dan aku mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau tetap berpegang padanya, maka itu adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya) jadilah itu sebagai bukti untuk menyalahkanmu. Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’ Istri berkata: ‘Apakah engkau suka bila aku mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab: ‘Aku tidak suka kerabat istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan istrinya sering berkunjung). Ia berkata lagi: ‘Siapa di antara tetanggamu yang engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan izinkan ia masuk? Dan siapa yang engkau tidak sukai maka akupun tidak menyukainya?’ Aku katakan: ‘Bani Fulan adalah kaum yang shaleh dan Bani Fulan adalah kaum yang jelek.’”

Berkata sang suami kepada temannya: “Lalu aku melewati malam yang paling indah bersamanya. Dan aku hidup bersamanya selama setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku sukai. Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku, aku dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku. Lalu ibu mertuaku berkata kepadaku: ‘Bagaimana pendapatmu tentang istrimu?’”

Aku jawab: “Ia sebaik-baik istri.”

Ibu mertuaku berkata: “Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang dimiliki para suami di rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada istri penentang (lancang). Maka didiklah dan perbaikilah akhlaknya sesuai dengan kehendakmu.”

Berkata sang suami: “Maka ia tinggal bersamaku selama dua puluh tahun, belum pernah aku mengingkari perbuatannya sedikitpun kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim padanya.”5

Alangkah bahagia kehidupannya…! Demi Allah, aku tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya? Ataukah tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya? Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya? Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.

Wasiat ketiga: Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik

Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”6

Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُؤُوْسُهُمَا: عَبْدٌ آبَق مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ

“Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali.”7

Karena itulah Aisyah Ummul Mukminin berkata dalam memberi nasehat kepada para wanita: “Wahai sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak suami-suami kalian atas diri kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya dengan pipinya.”8

Engkau termasuk sebaik-baik wanita!!

Dengan ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi sebaik-baik wanita, dengan izin Allah. Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wanita bagaimanakah yang terbaik?” Beliau menjawab:

اَلَّتِى تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

“Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika diperintah dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)

Ketahuilah, engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

اَلْمَرْأَةُ إِذَا صَلَّتْ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، فَلْتَدْخُلُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Bila seorang wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadlan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.”9

Wasiat keempat: Bersikap qana’ah (merasa cukup)

Kami menginginkan wanita muslimah ridla dengan apa yang diberikan (suami) untuknya baik itu sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Dalam riwayat disebutkan “Wanita yang paling besar barakahnya.” Wahai siapa gerangan wanita itu?! Apakah dia yang menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya? Ataukah dia yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus berhutang kepada teman-temannya untuk membayar harganya?! Sekali-kali tidak… demi Allah, namun (mereka adalah):

أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ مُؤْنَةً

“Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.”10

Renungkanlah wahai suadariku muslimah adabnya wanita salaf radliallahu ‘anhunna… Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat padanya. Apa wasiatnya? Ia berkata kepada sang suami: “Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa sabar dari api neraka…”

Adapun sebagian wanita kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan kepada suaminya jika hendak keluar rumah?! Tak perlu pertanyaan ini dijawab karena aku yakin engkau lebih tahu jawabannya dari pada diriku.

Wasiat kelima: Baik dalam mengatur urusan rumah, seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya. Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.

Renungkanlah semoga Allah menjagamu, kisah seorang wanita, istri seorang tukang kayu… Ia bercerita: “Jika suamiku keluar mencari kayu (mengumpulkan kayu dari gunung) aku ikut merasakan kesulitan yang ia temui dalam mencari rezki, dan aku turut merasakan hausnya yang sangat di gunung hingga hampir-hampir tenggorokanku terbakar. Maka aku persiapkan untuknya air yang dingin hingga ia dapat meminumnya jika ia datang. Aku menata dan merapikan barang-barangku (perabot rumah tangga) dan aku persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri menantinya dengan mengenakan pakaianku yang paling bagus. Ketika ia masuk ke dalam rumah, aku menyambutnya sebagaimana pengantin menyambut kekasihnya yang dicintai, dalam keadaan aku pasrahkan diriku padanya… Jika ia ingin beristirahat maka aku membantunya dan jika ia menginginkan diriku aku pun berada di antara kedua tangannya seperti anak perempuan kecil yang dimainkan oleh ayahnya.”

Wasiat keenam: Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya. Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.

Berapa banyak rumah tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya. Ingatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi suamimu adalah ibu ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya dan hargailah apa yang telah dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan memeliharamu. Maka adakah balasan bagi kebaikan selain kebaikan?

Wasiat ketujuh: Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.

Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya. Aku ingin mengingatkan engkau dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati suami. Bahkan ia terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. Suatu hari istri yang lain itu (yakni Aisyah radliallahu ‘anha) berkata:

مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا

“Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana kala aku mendengar beliau selalu menyebutnya.”11

Dalam riwayat lain:

مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا

“Aku tidak pernah cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutnya.”12

Suatu kali Aisyah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau menyebut Khadijah:

كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ

“Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’”13

Dalam riwayat Ahmad pada Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan begini” (dalam hadits diatas) adalah sabda beliau:

آمَنَتْبِي حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي النَّاسُ رَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللهُ مِنْهَا الوَلَد

“Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezki berupa anak darinya.”14

Dialah Khadijah yang seorangpun tak akan lupa bagaimana ia mengokohkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Dan ia menyerahkan semua yang dimilikinya di bawah pengaturan beliau dalam rangka menyampaikan agama Allah kepada seluruh alam.

Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama:

وَاللهُ لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.”15

Jadilah engkau wahai saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan meridlai kita semua.

Wasiat kedelapan: Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.

Siapa yang tidak tahu berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Maka janganlah meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan padanya sepanjang masa (tahun), kemudian ia melihat sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata: “Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu…” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ اَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ

“Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah kalian.” Maka mereka (para wanita) berkata: “Ya Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami.”16

Mengkufuri kebikan suami adalah menentang keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.

Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu. Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya padamu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ

“Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya.”17

Wasiat kesembilan: Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).

Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya (yang paling pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapa pun maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi.

Sesungguhnya majelis sebagian wanita tidak luput dari membuka dan menyebarkan aib-aib suami atau sebagian rahasianya. Ini merupakan bahaya besar dan dosa yang besar. Karena itulah ketika salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan satu rahasia beliau, datang hukuman keras, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersumpah untuk tidak mendekati isti tersebut selama satu bulan penuh.

Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut.

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ

“Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain.” (At Tahriim: 3)

Suatu ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail, namun beliau tidak mejumpainya. Maka beliau tanyakan kepada istri putranya, wanita itu menjawab: “Dia keluar mencari nafkah untuk kami.” Kemudian Ibrahim bertanya lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka. Wanita itu menjawab dengan mengeluh kepada Ibrahim: “Kami adalah manusia, kami dalam kesempitan dan kesulitan.” Ibrahim ‘Alaihis Salam berkata: “Jika datang suamimu, sampaikanlah salamku padanya dan katakanlah kepadanya agar ia mengganti ambang pintunya.” Maka ketika Ismail datang, istrinya menceritakan apa yang terjadi. Mendengar hal itu, Ismail berkata: “Itu ayahku, dan ia memerintahkan aku untuk menceraikanmu. Kembalilah kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan istrinya. (Riwayat Bukhari)

Ibrahim ‘Alaihis Salam memandang bahwa wanita yang membuka rahasia suaminya dan mengeluhkan suaminya dengan kesialan, tidak pantas untuk menjadi istri Nabi maka beliau memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya.

Oleh karena itu, wahai saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau harapkan nasehatnya. Sebagimana yang dilakukan Hindun radliallahu ‘anha di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hindun berkata: “Abu Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak memberiku apa yang mencukupiku dan anak-anakku. Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa izinnya?!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma`ruf.”

Cukup bagimu wahai saudariku muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ

“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah pria yang bersetubuh dengan istrinya dan istri yang bersetubuh dengan suaminya, kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pasanannya.”18

Wasiat terakhir: Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan-kesalahan.

- Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang yang demikian itu dengan sabdanya:

لا تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا

“Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya.”19

Tahukah engkau mengapa hal itu dilarang?!

- Termasuk kesalahan adalah apa yang dilakukan sebagian besar istri ketika suaminya baru kembali dari bekerja. Belum lagi si suami duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya tentang kebutuhan rumah, tagihan, tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak. Dan biasanya suami tidak menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi seharusnyalah seorang istri memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.

- Termasuk kesalahan adalah memakai pakaian yang paling bagus dan berhias dengan hiasan yang paling bagus ketika keluar rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan dan tidak ada perhiasan.

Dan masih banyak lagi kesalahan lain yang menjadi batu sandungan (penghalang) bagi suami untuk menikmati kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas adalah yang menjauhi semua kesalahan itu.

Footnote:

1Riwayat Muslim dalam Al-Masajid: (bab Fadlul Julus fil Mushallahu ba’dash Shubhi wa Fadlul Masajid)
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat “Irwaul Ghalil“, no. 1269 dan “Shahihul Jami’” no. 6149
3Lihat kitab “Kaif Taksabina Zaujak?!” oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: “Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi.” Lihat takhrij “Misykatul Masabih” no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat “Shahihul Jami`us Shaghir” no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam “Mustadrak“nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam “Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah” no. 288
8Lihat kitab “Al Kabair” oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam “Al Hilyah“. Berkata Syaikh Al Albany: “Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih.” Lihat “Misykatul Mashabih” no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam “Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah” no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam “Fathul Bari“, ia berkata: “Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah.” Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: “Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani.” Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: “Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam “At Taqrib” hal. 520, Al Hafidh berkata: “Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya.” Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): “Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan.”
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Bad’il Wahyi” dan Muslim dalam “Kitabul Iman“
16Diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Al Haidl“, (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam “Kitabul Iman” (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam “Isyratun Nisa’” dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam “An Nikah” (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam “An Nikah” (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: “Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.

(Sumber: الأسرة بلا مشاكل karya Mazin bin Abdul Karim Al Farih. Edisi Indonesia: Rumah Tangga Tanpa Problema; bab Sepuluh Wasiat untuk Istri yang Mendambakan “Keluarga Bahagia tanpa Problema“, hal. 59-82. Penerjemah: Ummu Ishâq Zulfâ bintu Husein. Editor: Abû ‘Umar ‘Ubadah. Penerbit: Pustaka Al-Haura’, cet. ke-2, Jumadits Tsani 1424H, dicopy dari http://akhwat.web.id)

Sumber : http://almuslimah.wordpress.com/2008/06/07/sepuluh-wasiat-untuk-istri-yang-mendambakan-keluarga-bahagia-tanpa-problema/