Salah satu hal menarik adalah tentang kehidupan kaum perempuan Arab Saudi yang selama ini seakan begitu diselimuti tabir gelap. Tak salah bila buku The Lost Arabian Women yang diterbitkan Ufuk Publishing House merupakan buku yang menarik untuk dibaca
(Wasis Wibowo, Seputar Indonesia, Juli 2009).
(Wasis Wibowo, Seputar Indonesia, Juli 2009).
Menyebut nama Arab Saudi, yang terlintas di benak adalah sebuah negeri yang diperintah dengan sistem monarki berlandaskan nilai Islam yang kental. Yang paling menonjol dan terkenal dari negeri gurun pasir ini adalah minyak bumi yang berlimpah dan tentunya keberadaan dua kota suci bagi umat Islam, Mekkah dan Madinah, yang selalu dikunjungi ribuan jemaah haji setiap tahunnya.
Kehidupan masyarakatnya yang jarang terekspos keluar seakan berjalan lurus dan relatif tanpa masalah yang berarti. Namun, belakangan banyak penulis yang menguak kehidupan masyarakat Arab Saudi yang selama ini cenderung tertutup. Bahkan, secara detail mengungkapkan fakta-fakta yang tersembunyi dan mencengangkan dalam masyarakat Arab Saudi.
Salah satu hal menarik adalah tentang kehidupan kaum perempuan Arab Saudi yang selama ini seakan begitu diselimuti tabir gelap. Tak salah bila buku The Lost Arabian Women yang diterbitkan Ufuk Publishing House merupakan buku yang menarik untuk dibaca. Apalagi buku setebal 615 halaman ini merupakan kisah nyata yang dialami penulisnya, Qanta A Ahmed, selama setahun tinggal di Riyadh.
Qanta seorang muslimah asal Pakistan yang berkuliah di Inggris dan Amerika Serikat. Selama tingga ldi Arab Saudi, dia bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam dan rawat darurat di runiah sakit King Fahad National Guard. Tugasnya itu membuatnya banyak berinteraksi dengan masyarakat Arab Saudi, khususnya kaum perempuannya.
Sebagai perempuan dan berstatus lajang, Qanta pun merasakan ketatnya peraturan yang diterapkan bagi kaum hawa. Meskipun dia seorang rnuslim, bukan perkara mudah untuk beradaptasi dengan syariat agama yang diberlakukan secara ketat di Arab Saudi.
Kewajiban untuk menggunakan abayah (jilbab) yang menutup selurah tubuh mungkin bukan hal yang asing bagi Qanta. Namun, cara berinteraksi dengan pasien dan sesama dokter yang didominasi kaum hawa membuatnya harus ekstra sabar. Bagaimana tidak, kebanyakan kaum lelaki di Arab Saudi ternyata tidak mudah untuk sekadar menerima saran, apalagi disanggah pendapatnya oleh seorang perempuan.
Meskipun statusnya seorang dokter spesialis yang berhak memberikan pendapat untuk menangani seorang pasien. Bahkan, melihat kehadiran perempuan di tengah dominasi kaum pria pun sudah menjadi pembicaraan tersendiri. Pun dalam kehidupan sosialnya, Qanta merasa kehilangan jati dirinya sebagai seorang perempuan terpelajar dan mandiri.
Makium di Arab Saudi taklazim seorang perempuan lajang tinggal sendiri di sebuah rumah. Mereka pun diiarang keluar rumah sendiri, tak boleh mengendarai mobil, dan berkumpul bersama lelaki yang bukan keluarga atau suaminya. Sebagai seorang lajang, gerak-geriknya pun seakan selalu diawasi oleh polisi norma (Mutawaeen) yang siap menginterogasi dan meng-hukum bila kedapatan melanggar aturan.
Perbedaan budaya dan peraturan yang ketat itu membuat Qanta banyak mendapatkan pengalaman yang menakjubkan, mencengangkan, bahkan memuakkan. Misalnya, perempuan muda Arab Saudi yang lebih atraktif menunjukkan hasrat cintanya pada lawan jenis melalui dunia maya. Sebab, dalam keseharian mereka tak mungkin menunjukkan secara langsung perasaannya kepada orang yang disukai.
Diungkapkan pula karakter pria Arab yang terlihat necis, modern, dan terdidik, namun untuk urusan cinta dan mencari jodoh pasrah terhadap pilihan orangtua. Dan, bagaimana seorang pria yang telah berkeluarga dan memiliki beberapa anak, bisa begitu mudah berkeinginan menikah kembali. Anehnya, ada segelintir perempuan Arab yang suka menjadi istri kedua atau ketiga hanya agar bisa lebih bebas beraktivitas di luar rumah.
Namun, Qanta pun mengungkapkan rasa tak jubnya ketika menjalankan ibadah haji dan umrah. Termasuk betapa dermawannya orang Arab Saudi untuk menolong orang yang tertimpa kesulitan.
Serta perjuangan kaum perempuan Arab Saudi untuk memperoleh pendidikan dan kesetaraan dalam kehidupan sosial.Karena selama ini perempuan di Arab Saudi selalu dinomorduakan dalam pendidikan dan karier. Sampai ada sebuah anekdot ketika Perang Teluk pecah ada sebuah pesawat tanker Amerika Serikat yang dipiloti seorang perempuan hendak rnendarat, namun ketika meminta izin menara pengawas tak mendapat respons apa pun.
Sang pilot perempuan Amerika ini mengira radio komunikasinya rusak karena tak mendapat jawaban, sampai akhirnya pilot lelaki mencoba berkomunikasi dan akhirnya bisa mendapat respons. "Di sini perempuan diiarang mengendarai mobil, makanya ketika mendengar suara perempuan di pesawat mungkin dikira hantu yang berbicara," ujar rekannya. Untunglah, saat ini perempuan sudah diperbolehkan mengendarai mobil dan internet pada 1998 sudah masuk Arab Saudi.
Buku yang ditulis Qanta ini menyajikan secara apik dan detail gambaran kehidupan sosial masyarakat, khususnya tentang kaum perempuan di Arab Saudi. Mulai dari bagaimana mengungkapkan hasrat cintanya, menggapai cita-cita, meniti karier, dan mendapat kesetaraan status sosial. Temukan secara lengkap kisah-kisah menarik dalam buku ini.
(wasiswibowo)
Sumber :
http://ufukpress.blogspot.com/2009/07/menyingkap-tabir-perempuan-arab-saudi.html
Kehidupan masyarakatnya yang jarang terekspos keluar seakan berjalan lurus dan relatif tanpa masalah yang berarti. Namun, belakangan banyak penulis yang menguak kehidupan masyarakat Arab Saudi yang selama ini cenderung tertutup. Bahkan, secara detail mengungkapkan fakta-fakta yang tersembunyi dan mencengangkan dalam masyarakat Arab Saudi.
Salah satu hal menarik adalah tentang kehidupan kaum perempuan Arab Saudi yang selama ini seakan begitu diselimuti tabir gelap. Tak salah bila buku The Lost Arabian Women yang diterbitkan Ufuk Publishing House merupakan buku yang menarik untuk dibaca. Apalagi buku setebal 615 halaman ini merupakan kisah nyata yang dialami penulisnya, Qanta A Ahmed, selama setahun tinggal di Riyadh.
Qanta seorang muslimah asal Pakistan yang berkuliah di Inggris dan Amerika Serikat. Selama tingga ldi Arab Saudi, dia bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam dan rawat darurat di runiah sakit King Fahad National Guard. Tugasnya itu membuatnya banyak berinteraksi dengan masyarakat Arab Saudi, khususnya kaum perempuannya.
Sebagai perempuan dan berstatus lajang, Qanta pun merasakan ketatnya peraturan yang diterapkan bagi kaum hawa. Meskipun dia seorang rnuslim, bukan perkara mudah untuk beradaptasi dengan syariat agama yang diberlakukan secara ketat di Arab Saudi.
Kewajiban untuk menggunakan abayah (jilbab) yang menutup selurah tubuh mungkin bukan hal yang asing bagi Qanta. Namun, cara berinteraksi dengan pasien dan sesama dokter yang didominasi kaum hawa membuatnya harus ekstra sabar. Bagaimana tidak, kebanyakan kaum lelaki di Arab Saudi ternyata tidak mudah untuk sekadar menerima saran, apalagi disanggah pendapatnya oleh seorang perempuan.
Meskipun statusnya seorang dokter spesialis yang berhak memberikan pendapat untuk menangani seorang pasien. Bahkan, melihat kehadiran perempuan di tengah dominasi kaum pria pun sudah menjadi pembicaraan tersendiri. Pun dalam kehidupan sosialnya, Qanta merasa kehilangan jati dirinya sebagai seorang perempuan terpelajar dan mandiri.
Makium di Arab Saudi taklazim seorang perempuan lajang tinggal sendiri di sebuah rumah. Mereka pun diiarang keluar rumah sendiri, tak boleh mengendarai mobil, dan berkumpul bersama lelaki yang bukan keluarga atau suaminya. Sebagai seorang lajang, gerak-geriknya pun seakan selalu diawasi oleh polisi norma (Mutawaeen) yang siap menginterogasi dan meng-hukum bila kedapatan melanggar aturan.
Perbedaan budaya dan peraturan yang ketat itu membuat Qanta banyak mendapatkan pengalaman yang menakjubkan, mencengangkan, bahkan memuakkan. Misalnya, perempuan muda Arab Saudi yang lebih atraktif menunjukkan hasrat cintanya pada lawan jenis melalui dunia maya. Sebab, dalam keseharian mereka tak mungkin menunjukkan secara langsung perasaannya kepada orang yang disukai.
Diungkapkan pula karakter pria Arab yang terlihat necis, modern, dan terdidik, namun untuk urusan cinta dan mencari jodoh pasrah terhadap pilihan orangtua. Dan, bagaimana seorang pria yang telah berkeluarga dan memiliki beberapa anak, bisa begitu mudah berkeinginan menikah kembali. Anehnya, ada segelintir perempuan Arab yang suka menjadi istri kedua atau ketiga hanya agar bisa lebih bebas beraktivitas di luar rumah.
Namun, Qanta pun mengungkapkan rasa tak jubnya ketika menjalankan ibadah haji dan umrah. Termasuk betapa dermawannya orang Arab Saudi untuk menolong orang yang tertimpa kesulitan.
Serta perjuangan kaum perempuan Arab Saudi untuk memperoleh pendidikan dan kesetaraan dalam kehidupan sosial.Karena selama ini perempuan di Arab Saudi selalu dinomorduakan dalam pendidikan dan karier. Sampai ada sebuah anekdot ketika Perang Teluk pecah ada sebuah pesawat tanker Amerika Serikat yang dipiloti seorang perempuan hendak rnendarat, namun ketika meminta izin menara pengawas tak mendapat respons apa pun.
Sang pilot perempuan Amerika ini mengira radio komunikasinya rusak karena tak mendapat jawaban, sampai akhirnya pilot lelaki mencoba berkomunikasi dan akhirnya bisa mendapat respons. "Di sini perempuan diiarang mengendarai mobil, makanya ketika mendengar suara perempuan di pesawat mungkin dikira hantu yang berbicara," ujar rekannya. Untunglah, saat ini perempuan sudah diperbolehkan mengendarai mobil dan internet pada 1998 sudah masuk Arab Saudi.
Buku yang ditulis Qanta ini menyajikan secara apik dan detail gambaran kehidupan sosial masyarakat, khususnya tentang kaum perempuan di Arab Saudi. Mulai dari bagaimana mengungkapkan hasrat cintanya, menggapai cita-cita, meniti karier, dan mendapat kesetaraan status sosial. Temukan secara lengkap kisah-kisah menarik dalam buku ini.
(wasiswibowo)
Sumber :
http://ufukpress.blogspot.com/2009/07/menyingkap-tabir-perempuan-arab-saudi.html
sANGAT MENARIK, NETRAL, MENGGUGAH. tERIMAKASIH TULISANNYA, SALAM KENAL.
BalasHapusSangat menarik
BalasHapus