Ketika urusan poligami mencuat, mereka atas nama kaum perempuan ribut. Tapi ketika urusan Pelacuran - Pemesuman & Perzinahan kenapa tidak ada satupun kaum perempuan yang ribut ?
Sikap aneh pemerintah terhadap poligami dan zina nampak dengan jelas. Terhadap zina, yakni kasus Yahya Zaini dan Maria Eva, pemerintah nampak kurang merespons dan tidak melakukan langkah politik apa pun. Hanya polisi yang konon ceritanya akan mengusut kasus aborsi Maria Eva yang katanya disuruh isteri Yahya Zaini untuk melakukan aborsi. Polisi katanya juga akan mengusut siapa penyebar video porno Yahya Zaini tersebut.
Namun menyikapi poligami, seperti yang dilakukan Aa Gym, pemerintah seperti kebakaran jenggot. Setelah HP SBY dan Ibu Negara mendapat ribuan SMS yang memprotes poligami Aa Gym (44) dengan Alfarini Eridani (37), pemerintah segera melakukan langkah-langkah politis yang spektakuler, emosional, dan reaksioner. Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta dan Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar dipanggil mendadak oleh Presiden SBY dan diberi instruksi untuk merevisi UU Perkawinan. Tujuannya agar larangan PNS untuk berpoligami diperketat lagi. Bahkan Nasarudin Umar, di TV menegaskan ada rencana untuk memperluas larangan poligami. Maksudnya tidak hanya PNS saja yang dilarang, tapi juga masyarakat umum. Bahkan Nasarudin main ancam segala, bahwa siapa saja kyai atau ustadz yang menikahkan orang untuk berpoligami, dapat dipidanakan.
Fakta-fakta di atas menunjukkan beberapa pelajaran penting.
Pertama, pemerintah tidak mempunyai standar moral yang jelas untuk menyikapi segala peristiwa. Mengapa reaksi pemerintah terhadap poligami (yang halal) tidak seheboh kasus zina (yang haram)? Kalau SBY berhujjah punya "moral obligation" (tanggung jawab moral) untuk menyikapi poligami Aa Gym, kemana tanggung jawab moral Bapak Presiden ketika majalah Playboy versi Indonesia terbit? Bukankah mata Bapak Presiden tidak buta untuk bisa melihat kebejatan yang semacam itu? Kemana pula perginya tanggung jawab moral Bapak Presiden ketika berbagai tayangan pornoaksi dan kekerasan marak sekali di TV-TV dalam program film, sinetron, dan hiburan? Bukankah telinga Bapak Presiden tidak tuli untuk bisa mendengar protes masyarakat terhadap kerusakan yang semacam itu? Jadi, standar moral pemerintah memang tidak jelas. Atau jangan-jangan, bukan lagi tidak jelas, tapi tidak ada. Mengapa standar moral pemerintah tidak jelas? Ada banyak faktor. Yang utama, pemerintah kita memang sekuler dan pragmatis. Maka jelas tidak akan merujuk pada aspek halal dan haram. Di samping itu, pemerintah hanya mengedepankan kepentingan sesaat dengan mengorbankan moral masyarakat. Kasus diamnya pemerintah terhadap Playboy versi Indonesia adalah contohnya.
Kedua, banyaknya protes masyarakat terhadap poligami Aa Gym, menunjukkan masyarakat belum bisa bersikap dewasa dalam perspektif Islam. Sikap masyarakat yang mencemooh poligami menunjukkan seakan-akan masyarakat kita adalah kaum muallaf yang baru masuk Islam. Yang belum tahu kalau zina itu haram, bukan halal. Yang belum tahu kalau poligami itu halal, bukan haram. Ini jelas menunjukkan sangat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap Islam khususnya dalam masalah poligami. Siapa yang salah? Banyak pihak. Aa Gym barangkali juga turut bersaham. Sebab beliau lebih banyak menyentuh aspek qolbu, daripada masalah syariah, dalam ceramah-ceramahnya. Coba kalau Aa Gym pernah menjelaskan halalnya poligami, tentunya protes terhadapnya tidak terlalu gila-gilaan. Pemerintah jelas salah. Karena dengan berbagai aturan seperti PP 10/1983 telah melarang PNS berpoligami.Ini menciptakan opini umum bahwa poligami itu seakan-akan suatu tindak kriminal yang keji dan amoral yang harus diberantas sampai tuntas-tas-tas. Apalagi aturan itu membuat syarat-syarat yang irasional dan imajiner. Kalau mau poligami, syaratnya tetek bengek sengaja dibikin super sulit. Selain izin isteri tua dan atasan, isteri tua haruslah : (1) tidak mampu menjalanan tugas sebagai isteri, (2) berpenyakit permanen, (3) tidak berketurunan. Syarat-syarat ini secara agama juga batil, karena al-Qur`an dan As-Sunnah saja tidak pernah menetapkan tiga syarat tadi. Kok seenaknya saja para pembikin aturan membuat-buat aturan jahat semacam itu.
Ketiga, kaum liberal (sekuler) kini telah menggunakan power (kekuasaan) untuk memaksakan ide-idenya. Sebagaimana diketahui, penentangan terhadap poligami, adalah sikap kuno kaum liberal sejak Muhammad Abduh menolak poligami dalam tafsirnya al-Manar. Intinya, adil sebagai syarat poligami, mustahil dipenuhi oleh manusia walaupun dia sangat menginginkannya. Jadi, poligami itu haram. Demikian ilusi kaum liberal. Ayat yang selalu diulang-ulang kaum liberal untuk melarang poligami adalah QS An-Nisaa ayat 129,"Kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian." Padahal keadilan yang mustahil ini, bukanlah keadilan dalam segala hal, tapi sebagaimana kata Ibnu Abbas, adalah keadilan dalam hal rasa cinta (mahabbah) dan gairah (jima') terhadap para isteri. Ini mustahil sama. Sedangkan keadilan yang wajib dilakukan suami yang berpoligami, sebagaimana QS An-Nisaa ayat 3, bukanlah keadilan dalam masalah cinta dan gairah, melainkan keadilan dalam nafkah, yakni sandang, pangan, dan papan. Jelas, dalam masalah ini manusia mampu berbuat adil, bukannya tidak mampu. Maka, ketika Nasarudin Umar mencela poligami dan bahkan main ancam kayak preman kepada para kyai dan ustadz, jelas ini fenomena pemanfaatan kekuasaan untuk memaksakan pandangan liberal kepada umat Islam. Walau Nasarudin Umar berposisi sebagai Dirjen Bimas Islam, publik juga tahu posisinya sebagai penyambung lidah dan pikiran kelompok liberal. Walhasil, kaum liberal yang konon menabukan pemaksaan pendapat, kini secara inkonsisten tengah memperalat kekuasaan dan undang-undang guna memaksakan pendapatnya dengan paksaan yang sangat otoriter. Karena sanksi pidana akan dijatuhkan kepada orang Islam yang tidak setuju dengan paham liberal yang mengharamkan poligami.
Maka, sudah waktunya kita semua menyadari keadaan kita saat ini. Pemerintah sekuler yang tidak punya pedoman moral, kini telah bersekongkol secara keji dengan kelompok liberal yang menjadi birokrat, untuk memaksakan pendapat mereka dan menghukum secara otoriter kepada siapa saja yang hendak melakukan poligami. Wahai umat Islam, apakah Anda rela mempunyai pemerintah sekuler yang tidak mampu membedakan antara poligami yang halal dan zina yang haram?
Wahai umat Islam, apakah Anda rela kelompok liberal yang jahat memaksakan pendapat-pendapatnya yang sesat dengan memperalat pemerintah sekuler ini? Wahai para ustadz dan kyai, apakah Anda rela masuk penjara karena melakukan poligami atau menikahkan seorang laki-laki yang berpoligami?
Sumber: swaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar